Senin 01 May 2017 07:25 WIB

Libya Sita Dua Kapal Tanker Penyelundup Minyak

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Kapal tanker di perairan internasional. Ilustrasi
Foto: .
Kapal tanker di perairan internasional. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Penjaga pantai Libya menyita dua kapal tanker berbendera asing dan menahan awak kapalnya setelah terlibat dalam baku tembak selama berjam-jam di lepas pantai barat. Dua kapal tanker tersebut diduga sedang melakukan penyelundupan minyak.

Otoritas Libya mengatakan, kapal itu terlihat pada Kamis (27/4) malam, sekitar dua kilometer dari Sidi Said dekat Kota Zuwara.

"Penjaga pantai Libya menyita dua kapal tanker, satu kapal berbendera Ukraina bernama The Ruta, satu lagi berbendera Kongo bernama The Stark," kata kepala penjaga pantai Libya, Jenderal Ayoub Qassem, Ahad (1/5), dikutip Aljazirah.

"Para penjaga pantai telah memantau mereka dari jauh dan menunggu sampai Jumat (28/4) pagi untuk bertindak," tambah dia.

Qassem mengatakan para awak kapal penyelundup minyak itu dibekali dengan senjata berat dan didukung oleh kapal-kapal kecil. Mereka melakukan perlawanan sengit, namun dua kapal tanker tersebut akhirnya berhasil disita oleh otoritas Libya setelah lebih dari tiga jam baku tembak.

Setelah kapal berhasil dikuasai, awak kapal itu dibawa ke ibu kota Tripoli untuk disidang. Di antara mereka ada 14 warga negara Ukraina dari kapal The Ruta dan empat warga negara Turki serta dua warga negara Georgia yang berada di kapal The Stark. Sementara tiga anggota awak lainnya dari kapal The Stark ada di Zuwara tak memberi tahu asal negara mereka.

Saat penyitaan, kapal The Ruta memiliki sekitar 3.330 ton minyak di dalam tangkinya. Sedangkan kapal The Stark, yang dapat membawa 1.236 ton minyak, baru akan dimuat saat penjaga pantai tiba.

Minyak adalah sumber daya alam utama Libya dengan jumlah cadangan diperkirakan mencapai 48 miliar barel. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar di Afrika.

Libya memiliki kapasitas produksi sekitar 1,6 juta barel per hari sebelum pemberontakan bersenjata pada 2011. Namun produksi minyak sejak itu semakin merosot saat pasukan tempur berjuang untuk mengendalikan fasilitas minyak negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement