Ahad 28 May 2017 04:00 WIB

ISIS Klaim Serangan Terhadap Kristen Koptik Mesir

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bayu Hermawan
Gerakan ISIS (ilustrasi)
Foto: VOA
Gerakan ISIS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - ISIS mengklaim mereka berada di balik serangan terhadap sebuah bus yang membawa umat Kristen Koptik di Provinsi Minya, Mesir, Jumat (26/5). Serangan itu menewaskan setidaknya 29 orang dan melukai sekitar 25 lainnya.

Menurut saksi mata, sejumlah pria bertopeng menaiki kendaraan 4X4 dan mendekati bus tersebut. Mereka mulai menembaki bus dengan membabi buta dan menewaskan penumpang di dalamnya.

Dalam sebuah pernyataan, ISIS mengatakan serangan itu dilakukan oleh satu detasemen keamanan tentara khalifah. Mereka mengenakan pakaian militer dan menggunakan senjata otomatis.

Bus tersebut dilaporkan sedang menuju ke Biara St Samuel the Confessor, 135 km di selatan Kairo. Anak-anak yang berada di dalam bus, turut menjadi korban penembakan.

Setelah insiden mematikan itu, Mesir melancarkan serangan ke kamp pelatihan teroris di Libya. Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi mengatakan enam serangan telah dilakukan di Kota Derna di Libya.

"Kami tidak ragu menyerang kamp teroris di manapun," kata Sisi, dikutip dari BBC.

Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi lokal, Sisi berjanji akan melindungi warganya dari penjahat. Militer Mesir mengatakan, militan yang menjadi target Libya adalah militan yang terlibat dalam serangan terhadap umat Kristen Koptik pada Jumat lalu.

Militan ISIS telah menargetkan umat Kristen Koptik di Mesir dengan sejumlah serangan dalam beberapa bulan terakhir. ISIS sebelumnya menewaskan 21 orang dalam sebuah serangan bom di sebuah gereja Koptik di Kairo pada Desember 2016.

Dua bom bunuh diri juga terjadi pada 9 April lalu di dua gereja Koptik di Kota Alexandria dan Tanta. Serangan mematikan itu menewaskan sedikitnya 46 orang.

Libya telah dikendalikan oleh sejumlah milisi bersenjata sejak pasukan NATO menggulingkan mantan pemimpinnya, Muammar Gaddafi, pada Oktober 2011. ISIS ikut mengukuhkan kehadirannya di Libya saat negara tersebut masih mengalami kekacauan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement