Ahad 25 Jun 2017 09:51 WIB

Kenapa Trump Hentikan Tradisi Buka Puasa di Gedung Putih?

Suasana iftar atau buka puasa puasa di Gedung Putih pada 22 Juli 2015, ketika Barrack Obama masih menjabat Presiden AS.
Foto: EPA/OLIVIER DOULIERY/POOL
Suasana iftar atau buka puasa puasa di Gedung Putih pada 22 Juli 2015, ketika Barrack Obama masih menjabat Presiden AS.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ramadhan telah berakhir pada akhir pekan ini. Hampir seluruh Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Fitri pada Ahad (25/6). Akhir Ramadhan juga menandai menghilangnya rutinitas buka puasa di Gedung Putih. 

Sejauh ini, pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tentang Ramadhan terbatas pada pernyataan yang hampir selalu mengidentifikasi Islam dengan kekerasan dan terorisme. 

Selanjutnya, dia mematahkan tradisi buka puasa di Gedung Putih, yang dimulai lebih dari 20 tahun lalu ketika pemerintahan Bill Clinton. Tahun ini, tidak ada iftar atau waktu makan untuk mengakhiri puasa bagi Muslim di Gedung Putih. 

"Ini mengecewakan karena itu adalah tradisi yang bagus," Imam Masjid Washington DC Thalib Shareef kepada Newsweek pada Jumat (25/6). 

Shareef menyatakan penghentian tradisi buka puasa di Gedung Putih mengirimkan sinyal yang tidak bagus. Pesan tersebut, Muslim tidak begitu penting bagi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump. 

"Anda punya kesempatan bermain golf dan dan kegiatan lainnya. Kenapa Anda tidak punya waktu bagi komunitas di masyarakat Anda, yang membutuhkan bantuan?" kata Shareef. 

Shareef menghadiri tiga acara buka puasa yang diselenggarakan Presiden AS ke-44 Barrack Obama di Gedung Putih. Dia pun menyatakan acara buka puasa itu bermanfaat. 

Tahun lalu, Presiden Obama mengirimkan sebuah pernyataan pemersatu pada hari pertama Idul Fitri. Dua minggu kemudian, dia menjadi tuan rumah sebuah perayaan dengan komunitas Muslim di Gedung Putih.

"Terlepas dari apa yang kadang-kadang Anda dengar, Anda harus tahu bahwa Anda adalah bagian terhormat dari keluarga Amerika, dan tidak ada yang tidak dapat Anda lakukan," kata Obama dalam sebuah pidato.

Shareef menyatakan Obama menenangkan umat Islam dengan mengundang Muslim ke Gedung Putih dan berbicara mengenai hal yang dia ketahui mengenai agama ini. Dia menambahkan apa yang Obama lakukan juga mendorong Muslim untuk lebih produktif. "Karena Anda merasa diterima, Anda merasa menjadi bagian dari masyarakat," kata dia. 

Kendati Shareef mengakui, dia tidak yakin akan mendatangi acara buka puasa bersama yang diselenggarakan Trump di Gedung Putih seandainya dia diundang. Namun, dia menyatakan buka puasa bersama memberi sinyal kepada komunitas Muslim di Amerika Serikat, yang jumlahnya mencapai 3,3 juta orang. 

"Ini penting dalam arti sekarang karena kita akan melihat dia merangkul Amerika," kata Shareef. "Jika selama ini hanya merangkul sebagian maka sekarang, sebagai presiden, dia seharusnya merangkul seluruh Amerika."

Ketika diminta untuk memberikan komentar oleh Newsweek pada Jumat, Gedung Putih mengkonfirmasi dalam melalui surat elektronik bahwa mereka tidak akan menyelenggarakan buka puasa bersama dan merujuk pada pernyataan Trump sebelumnya, yang dikeluarkan pada awal bulan Ramadan.

Trump telah berulang kali mengasingkan komunitas Muslim, terutama dengan menyerukan larangan total Muslim memasuki negara tersebut selama masa kampanyenya. Sejak menjadi Presiden, dia berulang kali mencoba mengeluarkan larangan masuk ke Amerika Serikat, yang mempengaruhi warga negara dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Pada awal Ramadhan, dia mengucapkan selamat berpuasa, namun separuh pesannya mengaitkan Islam dengan tindakan brutal dan terorisme. Alih-alih disambut ke Gedung Putih, puluhan Muslim menyelenggarakan buka bersama di luar Trump Tower di New York City awal bulan ini.

Idul Fitri, yang secara harfiah berarti 'festival berbuka puasa', dirayakan oleh lebih dari 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia. Idul Fitri menutup Ramadhan, bulan di mana Muslim harus menjauhkan diri dari makanan, air, dan tindakan yang tidak baik, sejak fajar sampai senja. 

sumber : Newsweek
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement