Kamis 20 Jul 2017 16:38 WIB

AS: Iran Masih Menjadi Negara Sponsor Utama Terorisme

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi)
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri AS mengatakan Iran hingga saat ini masih menjadi sponsor utama terorisme. Pernyataan ini diungkap dalam laporan tahunan Country Reports on Terrorism Departemen Luar Negeri yang diterbitkan pada Rabu (19/7).

Laporan itu menunjukkan Teheran telah mendukung proksi yang menyebabkan ketidakstabilan di Irak, Suriah, dan Yaman. Iran dituduh terus merekrut warga Afghanistan dan Pakistan untuk menjadi anggota milisi Syiah yang berperang di Suriah dan Irak. Dukungan Iran terhadap gerakan Hizbullah di Lebanon juga tidak berubah.

"Iran tetap menjadi sponsor utama terorisme pada 2016 karena kelompok-kelompok yang didukung oleh Iran telah mempertahankan kemampuan mereka untuk mengancam kepentingan AS dan sekutu," kata laporan tersebut, dikutip Arab News.

Iran telah dituduh sebagai negara utama yang mendukung terorisme oleh Departemen Luar Negeri dan dikenakan berbagai sanksi AS sejak 1984. Namun tahun ini, laporan Departemen Luar Negeri diperkuat dengan keinginan Presiden AS Donald Trump untuk terus melawan Teheran.

Presiden Trump sangat kritis terhadap kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan oleh pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama. Ia mengatakan Iran tetap berhak mendapatkan beberapa sanksi berdasarkan ketentuannya.

Beberapa dari sanksi tersebut dikenakan kepada orang-orang dan perusahaan yang berafiliasi dengan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC). Menurut laporan tersebut, IRGC terus memainkan peran dalam konflik militer di Irak, Suriah, dan Yaman.

"Teheran menggunakan unit IRGC, Quds Force, untuk menerapkan kebijakan luar negeri, memberikan perlindungan operasi intelijen, dan menciptakan ketidakstabilan di Timur Tengah," kata laporan tersebut.

Laporan itu mengatakan, Hizbullah telah bekerja sama dengan Iran untuk mendukung rezim Suriah. Dengan adanya dukungan dari Iran, gerakan di Lebanon ini dapat terus mengembangkan kemampuan dan infrastruktur serangan jangka panjang mereka di seluruh dunia.

Laporan terasebut juga menuduh Iran telah memasok senjata, uang, dan pelatihan kepada kelompok militan Syiah di Bahrain. Iran mempertahankan program cyberterrorisme yang kuat dan menolak untuk menuntut anggota senior Alqaedah yang telah ditahannya.

Pakar urusan Iran dari Harvard University, Majid Rafizadeh, menyambut baik laporan terbaru AS itu. "Modus operandi Iran adalah menggunakan perang, melalui kelompok teror dan milisi, untuk mengekspor ideologi revolusionernya dan mencapai ambisi hegemoni regionalnya," kata Rafizadeh, kepada Arab News, Rabu (19/7).

"Berdasarkan penelitian saya di Harvard, saya menyimpulkan pemerintah Iran, terutama melalui IRGC, mendukung sekitar 40 persen kelompok teroris di dunia. Di wilayah ini, statistiknya lebih tinggi," tambah dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement