REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengatakan bahwa Korea Utara menghadapi kekurangan pangan yang parah akibat dilanda kekeringan terburuk sejak 2001. PBB menilai Korut membutuhkan impor pangan agar anak-anak dan orang tua di negaranya tidak mengalami kelaparan.
FAO mengungkapkan bahwa curah hujan di daerah pertanian utama Korut turun jauh di bawah rata-rata jangka panjang antara April dan Juni. Hal tersebut berdampak buruk pada tanaman pangan pokok seperti padi, jagung, kentang, dan kedelai.
Menurut sebuah laporan yang disusun FAO bersama Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa, kekeringan di Korut telah mengganggu kegiatan penanaman dan merusak musim panen 2017. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa peningkatan impor dan bantuan pangan diperlukan Korut dalam tiga bulan ke depan. Hal itu dilakukan guna memastikan kalangan manusia lanjut usia dan anak-anak tidak mengalami kelaparan.
Perwakilan FAO untuk Cina dan Korut Vincent Martin mengatakan, kekeringan diperkirakan akan berdampak serius pada kota Nampo, Provinsi Pyongan Selatan dan Utara, Hwanghae, yang mencakup hampir dua per tiga tanaman utama.
"Intervensi segera diperlukan untuk mendukung petani yang terkena dampak kekeringan dan mencegah strategi penanganan yang tak diinginkan untuk yang paling rentan, seperti mengurangi jatah makanan setiap hari," kata Martin, Jumat (21/7).
"Sangat penting sekarang petani menerima bantuan pertanian yang sesuai dan tepat waktu, termasuk peralatan dan mesin irigasi," ujar Martin.
FAO memperkirakan produksi pertanian awal musim anjlok lebih dari 30 persen dari tahun sebelumnya. Situasinya akan terus memburuk selama tahun pemasaran 2017/2018, dengan impor sereal dan bantuan pangan cenderung meningkat sebagai hasilnya.
Terkait hal ini, Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan bahwa pihaknya juga telah menemukan penurunan kontribusi yang tajam sementara Indeks Kelaparan Global 2016 (GHI). Dalam GHI terkait disebutkan bahwa dua dari setiap lima orang di Korut mengalami kekurangan gizi.
Oleh sebab itu, FAO mengatakan, dalam jangka panjang, mereka merekomendasikan penggunaan tanaman dan varietas yang mampu menghadapi kekeringan. Serta menemukan cara bagi para petani untuk melakukan diversifikasi mata pencaharian mereka untuk mengatasi bencana alam dan perubahan iklim.
Korut pernah menghadapi bencana kelaparan yang menghancurkan pada 1990-an. Mereka mengandalkan bantuan pangan internasional untuk memberi makan 25 juta rakyatnya. Namun dukungan dan bantuan pangan tersebut telah menurun tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini disebabkan oleh keengganan untuk memungkinkan pemantauan distribusi makanan. Di sisi lain juga karena sanksi yang melilit Korut karena terus mengembangkan program rudal nuklirnya.