REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Agen mata-mata Korea Selatan (Korsel) mengaku telah melakukan campur tangan dalam pemilihan presiden di negara itu pada 2012. Agen itu mencoba memanipulasi suara untuk memastikan kandidat dari kalangan konservatif.
Pada 2012, mantan presiden Korsel Park Geun-hye terpilih sebagai pemimpin di Negeri Ginseng itu. Ia mengalahkan Moon Jae-in yang kini menjadi orang nomor satu di negara tersebut, Moon terpilih menggantikan Park yang terlibat skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Atas pengakuan badan mata-mata negara, mantan kepala lembaga tersebut Won Sei-hoon telah diadili. Untuk kedua kalinya, ia harus mengadapi pengadilan karena kasus campur tangan pemilu.
Won Sei-hoon dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada 2015. Namun, vonis itu dibatalkan setelah banding diajukan oleh pihak pembela. Menurut penyelidik dari National Intelligence Service (NIS), agen mata-mata itu telah menyewa sejumlah pakar internet. Dari sana, pihaknya mencoba mempengaruhi opini publik melalui media sosial.
Saat itu, operasi yang dilakukan pada 2012 oleh NIS mencoba memastikan bahwa kandidat baru yang menggantikan mantan presiden Lee Myung-bak tetap berasal dari konservatif. Park Geun-hye sendiri saat itu merupakan kandidat terkuat yang juga adalah ketua partai konservatif, Partai Nasional (GNP).
"Agen itu diyakini menyebarkan pendapat pro-pemerintah dan menekan pandangan anti-pemerintah, hingga menyebarkan isu bahwa adanya upaya pasukan Korea Utara (Korut) yang bertentangan dengan konservatif," ujar tim investigasi NIS, dilansir BBC, Jumat (4/8).
GNP mengatakan, NIS telah menunjukkan upaya keterlibatan dalam politik Korsel. Hal ini bertentangan dengan apa yang badan tersebut kemukakan. "NIS mengatakan akan memisahkan diri dari politik, tapi penyelidikan yang mereka lakukan saat ini adalah menunjukkan keterlibatan atau ikut campur kembali dalam politik pemerintahan," ujar juru bicara GNP Kang Hyo-sang.