REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Ahad, mengatakan, potensi penggunaan kekuatan di Semenanjung Korea semakin dekat dan itu akan menjadi bencana yang sesungguhnya. Amerika Serikat, kata ia, gagal memahami konsekuensi serius dari konflik bersenjata.
"Wakil dari lembaga dan anggota Kongres AS kembali meyakinkan rakyat bahwa itu takkan membunuh orang di Amerika Serikat tapi di negara lain. Saya kita mereka bukan hanya berdampak pada Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) tapi juga Korea Selatan," kata wanita juru bicara itu, sebagaimana dilaporkan Xinhua.
Pada Jumat (11/8), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan risiko konflik militer antara Amerika Serikat dan DPRK sangat tinggi, dan Rusia berharap akal sehat akan menang. Peringatan itu disampaikan setelah Pyongyang dan Washington terlibat saling ancam untuk menggunakan kekuatan terhadap satu sama lain pada pekan ini.
DPRK pada Kamis mengancam akan mempersiapkan rencana sampai pertengahan Agustus untuk menyerang wilayah AS, Guam, dengan rudal jarak sedang.
Militer DPRK mengatakan di dalam satu pernyataan pada Kamis bahwa rencananya untuk menyerang Guam dengan menggunakan rudal jarak menengah akan siap pada pertengahan Agustus dan pelaksanaannya akan tergantung atas keputusan pemimpin tertinggi DPRK Kim Jong-un.
Pernyataan itu adalah reaksi terhadap peringatan sangat keras dari Presiden AS Donald Trump kepada DPRK pada Selasa, ketika ia mengatakan, "Korea Utara (DPRK) sebaiknya tidak mengeluarkan ancaman lagi terhadap Amerika Serikat. Mereka akan dihadapi dengan tembakan dan kemarahan yang tak pernah disaksikan dunia sebelumnya."