Jumat 08 Sep 2017 08:13 WIB

Kekerasan Rohingya Bisa Ulangi Pembantaian di Srebrenica

Rep: Fira N/ Red: Endro Yuwanto
Pengungsi Muslim Rohingya.
Foto: Dok. PPPA Daarul Quran
Pengungsi Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, MAUNGDAW -- Muslim Rohingya khawatir kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar, akan kembali mengulang tragedi pembantaian di Srebrenica. Apalagi bila masyarakat internasional tidak mengambil sikap tegas melawan kekerasan tersebut.

Di ''tempat berlindung'' PBB di Srebrenica, 8.000 laki-laki dan anak laki-laki Muslim dibantai oleh tentara Serbia Bosnia, 22 tahun silam. Sementara seorang sumber Rohingya yang ditemui Aljazirah, Kamis (7/9) mengatakan, sedikitnya 1.000 minoritas Muslim, termasuk perempuan dan anak-anak, telah terbunuh dalam dua pekan terakhir ini.

Pasukan keamanan Myanmar menyatakan mereka telah membunuh 370 militan Rohingya sejak gelombang kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine dimulai pada 25 Agustus lalu. Kekerasan tersebut telah menyebabkan lebih dari 164 ribu warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Pada Selasa (5/9), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan risiko terjadinya aksi pembersihan etnis Rohingya. Ia meminta pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan pasukan keamanan negara tersebut untuk mengakhiri kekerasan.

Sejumlah sumber mengatakan kepada Aljazirah, beberapa orang telah ditembak mati di dekat kota Maungdow di Rakhine. Asap tebal terlihat mengepul dari desa Godu Thara setelah pasukan keamanan membakar rumah-rumah warga Rohingya yang melarikan diri.

Sumber-sumber tersebut mengatakan, di desa-desa lain yang terkena dampak kekerasan tersebut, para pemimpin masyarakat tidak dapat menawarkan pemakaman secara Islam setelah para imam melarikan diri ke hutan. Akses ke area itu juga telah diblokir untuk media asing sehingga Aljazirah tidak dapat secara independen memverifikasi sumber.

Berbicara kepada Aljazirah dari kota Maungdow dengan nama samaran, Anwar (25 tahun) mengatakan, ada operasi militer yang menargetkan umat Islam. "Tentara Myanmar dan ekstremis Buddha secara khusus menargetkan umat Muslim. Wanita, anak-anak, orang tua, tidak ada yang tak terdampak. Situasi terus bertambah buruk dan pemerintahan Aung San Suu Kyi gagal mencegahnya," ujar dia.

Suu Kyi, mantan tahanan politik penguasa militer Myanmar, telah berbicara untuk pertama kalinya mengenai masalah ini pada Rabu (6/9). Dia mengatakan pemerintahannya melakukan yang terbaik untuk melindungi semua orang di Rakhine dan ia menyalahkan teroris atas perselisihan di negara bagian tersebut.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement