REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jika sebelumnya pemerintahan Presiden AS Donald Trump menargetkan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim dalam larangan perjalanannya, maka kali ini berbeda. Pada Ahad (24/9) pemerintah AS mengumumkan dua negara non-Muslim untuk masuk ke dalam daftar baru larangan perjalanan, yaitu Korut dan Venezuela.
"Korut tidak dapat bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat dalam hal apapun dan gagal memenuhi semua persyaratan untuk berbagi informasi," ujar pemerintah AS, dikutip Time.
Keputusan dimasukkannya Korut mungkin tidak lagi menjadi kejutan, mengingat ketegangan antara kedua negara telah semakin meningkat. Namun konon, larangan bepergian untuk negara tersebut kemungkinan besar hanya akan berpengaruh kecil, karena warga Korut sangat jarang meninggalkan perbatasan mereka sendiri.
Kemudian, mengapa Venezuela masuk dalam larangan bepergian Trump? Kebijakan Trump telah menghalangi pejabat pemerintah Venezuela dan keluarga dekat mereka untuk memasuki AS. Namun larangan ini tidak berlaku untuk warga sipil.
Menurut AS, akan lebih mudah mendapatkan informasi dari warga sipil Venezuela, karena pejabat Venezuela banyak yang tidak bersikap kooperatif. Oleh karena itu, hanya pejabat pemerintah dan keluarganya yang dilarang.
"Pemerintah Venezuela gagal berbagi informasi tentang keselamatan publik dan terorisme secara memadai," ujar pemerintah AS.
Hubungan Venezuela dan AS telah memburuk sejak 1990-an. Venezuela memutuskan hubungan diplomatik dengan AS pada 2008 dan AS mendeklarasikan negara tersebut sebagai ancaman keamanan nasional pada 2015.
Presiden Trump awal tahun ini memperingatkan, opsi militer dapat diambil untuk menghadapi negara Amerika Latin tersebut. AS bahkan telah menggambarkan presiden Venezuela saat ini, Nicolas Maduro, sebagai seorang diktator.
Pada pertengahan Agustus lalu, Nicolas Maduro Guerra, putra Presiden Maduro, juga telah mengancam Trump. Ia mengatakan, jika ada kejadian yang tidak diinginkan di tanah airnya, maka senapannya akan sampai di New York.