Selasa 31 Oct 2017 22:48 WIB

Iran Peringatkan AS Soal Kesepakatan Nuklir

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Elba Damhuri
Enam negara kekuatan dunia bertemu bahas nuklir Iran.
Foto: nytimes
Enam negara kekuatan dunia bertemu bahas nuklir Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala Staf Militer Iran Mayor Jenderal Mohammed Baqeri memperingatkan bahwa negaranya akan meninggalkan kesepakatan nuklir bila Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap Teheran. Baqeri merupakan pemimpin pertama angkatan bersenjata Iran yang mengomentari kemungkinan kembalinya sanksi yang dikenakan AS.

Baqeri mengungkapkan kesepakatan nuklir merupakan sebuah komitmen yang telah dicapai Iran dengan negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. "Kesepakatan nuklir bukanlah tujuan atau sebuah ayat suci yang harus mematuhi situasi apapun. Ini adalah kesepakatan yang disepakati oleh PBB," ujarnya seperti dikutip laman Asharq Al-Awsat, Selasa (31/10).

Ia menekankan Teheran dapat saja mengabaikan kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015 bila AS menjatuhkan sanksi kepada negaranya. Menurutnya, tujuan utama AS melalui strategi barunya ini adalah untuk menggulingkan sistem kekuasaan Iran. "Inilah yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson akhir-akhir ini," kata Baqeri menerangkan.

Baqeri menganggap AS akan memaksakan niatnya untuk melaksanakan Tindakan Penyelesaian Perundingan Melalui Sanksi (CAATSA). CAATSA akan memperluas sanksi AS yang menargetkan program rudal balistik Iran dan meningkatkan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada Pasukan Garda Revolusi Iran yang dianggap mendukung terorisme.

Kesepakatan nuklir Iran adalah sebuah kesepakatan antara lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina, ditambah Jerman dan Uni Eropa dengan Iran. Kesepakatan ini ditandatangani pada Oktober 2015 dan dilaksanakan pada awal 2016.

Kesepakatan ini tercapai melalui negosiasi panjang dan alot. Tujuan dari kesepakatan ini adalah satu, yakni memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran hanya terbatas pada kepentingan sipil dan bukan untuk keperluan militer. Imbalannya adalah sanksi dan embargo ekonomi terhadap Teheran akan dicabut

Namun pada pertengahan Oktober lalu Presiden AS Donald Trump menolak untuk memperpanjang kesepakatan tersebut. Ia menilai Iran telah melanggar kesepakatan dengan membangun senjata nuklir berbahaya.

Tapi tampaknya tudingan Trump ini tak terbukti. Sebab Sekretaris Jenderal Badan Atom Internasional (IAEA) Yukiya Amano telah melakukan inspeksi ke Iran untuk mengetahui komitmen mereka dalam mematuhi kesepakatan nuklir. Menurut Amano, hingga saat ini Iran masih menunjukkan komitmen untuk menaati kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015.

"IAEA dapat menyatakan bahwa komitmen terkait (kesepakatan) nuklir tersebut sedang diterapkan (oleh Iran)," ungkap Amano dalam sebuah konferensi pers di Abu Dhabi setelah melakukan perjalanan ke Iran pada Ahad (29/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement