REPUBLIKA.CO.ID, BRISBANE -- Seorang mantan perencana keuangan asal Brisbane telah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena menipu jutaan dolar dari dana pensiunan lansia.
Brad Thomas Sherwin, 62 tahun, telah dijatuhi hukuman di Pengadilan Distrik Brisbane, setelah mengaku bersalah pada bulan September atas tuduhan penipuan terkait dengan hilangnya investasi 60 juta dolar AS (atau setara Rp 600 miliar).
Pengusaha tersebut menghadapi 24 tuduhan terkait penyalahgunaan dana hampir senilai 10 juta dolar AS (atau setara Rp 100 miliar) dari 39 klien. Ia menerima hukuman tambahan 12 bulan di penjara karena melanggar tugasnya sebagai direktur.
Ia baru bisa dibebaskan bersyarat setelah empat tahun, yakni pada tanggal 14 November 2021. Sherwin adalah kepala eksekutif dari perusahaan keuangan ‘Sherwin Financial Planners’ dan direktur sejumlah perusahaan terkait, termasuk bisnis pinjaman properti ‘Wickham Securities’.
Ia memberikan nasehat dan membantu klien menyiapkan dana super swa-kelola sebelum bisnis itu ambruk pada akhir tahun 2012 dan 2013.
Pada 26 kesempatan, Sherwin melakukan transaksi dengan menggunakan uang investasi kliennya, tanpa sepengetahuan mereka, seringkali untuk menutupi pembayaran hutang.
Ketika menjatuhkan putusannya, Hakim Julie Dick mengutuk tindakan Sherwin dengan mengatakan bahwa kliennya telah menaruh kepercayaan mereka padanya dan ia malah "menghancurkan hidup mereka".
Mantan klien memenuhi ruang sidang untuk menyaksikan pembacaan putusan, terkadang mencemooh dan mencela saat pengacara pembela Sherwin membicarakan uang yang telah hilang saat bisnisnya bangkrut.
Pada satu tahap, Hakim Dick harus membungkam penonton sehingga ia bisa mempertimbangkan pengajuan pembelaan dan menjatuhkan hukuman yang sesuai.
Korban bersuara
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim Dick mendengar pernyataan dari para korban Sherwin. Beverly Holliday mengatakan bahwa ia harus mencari seorang psikolog dan ahli jantung untuk mengatasi stres akibat tindakan Sherwin.
"Sulit bagi saya untuk mengartikulasikan betapa sulitnya lima tahun terakhir -saya mengalami kejutan, duka, kemarahan, ketidakberdayaan dan keputusasaan," katanya kepada persidangan dalam sebuah pernyataan.
Beverly menahan air mata saat ia menceritakan apa yang ingin dilakukannya dengan tabungannya, termasuk menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya dan berpelesir.
"Saya telah didepak dari kehidupan yang ingin saya jalani dan saya sangat menganggap ia tak berhak mendapatkan kebebasan yang telah direnggut dari saya akibat tindakannya," tuturnya.
Nigel Jeffares kehilangan 370.000 dolar AS (atau setara Rp 3,7 miliar) dari tabungannya dan harus mengembalikan hipotek rumahnya untuk memenuhi kebutuhan.
"Tanpa uang, saya tak bisa melihat anak-anak saya yang tinggal di luar negeri," katanya di sela isak tangis.
"Saya rindu melihat anak-anak saya pada saat dibutuhkan - saya menderita depresi, bertambah berat badan dan sedang menjalani pengobatan tekanan darah."
Amanda Spann mengatakan bahwa ia telah menjadi mudah curiga sejak ia tahu bahwa dirinya telah dimanfaatkan.
"Apa yang saya gagal pahami adalah bagaimana sesorang bisa memperlakukan orang baik, jujur, dan pekerja keras seperti yang ia lakukan terhadap kami," katanya.
"Itu membuat saya mulas membayangkan bagaimana keruntuhan Sherwin memengaruhi saya -saya telah menarik diri dari hubungan yang baik ... saya jadi mencari-cari motif tersembunyi seseorang."
Pengacara pembela Sherwin, Adam Magill, mengatakan mereka akan mengajukan banding.
"Ia benar-benar menyesal tapi itu hanya sedikit membantu seperti yang Anda dengar dari para korban," sebutnya.
Komisaris ASIC (Komisi Keamanan dan Investasi Australia), John Price, mengatakan regulator tidak akan mentolerir kesalahan seperti yang dilakukan oleh Sherwin.
"Hasil hari ini seharusnya menjadi peringatan bagi direktur perusahaan dan penasihat keuangan yang melanggar standar masyarakat - konsekuensinya sangat parah," kata Price.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.