REPUBLIKA.CO.ID, PAPUA NUGINI -- Seorang gadis muda disiksa secara brutal di Papua Nugini setelah secara keliru dituduh mempraktikkan ilmu sihir. Gadis yang diyakini berusia sekitar enam tahun itu, saat ini, tengah dirawat di rumah sakit karena luka parah dan luka bakar setelah anggota komunitasnya menyiksanya dengan pisau panas.
Misionaris Lutheran, Anton Lutz berada di kelompok yang menyelamatkan gadis itu dari desa terpencil di dekat Sirunki di provinsi Enga di dataran tinggi Papua Nugini akhir pekan lalu. "Ini pertama kalinya saya harus berurusan dengan apa pun yang berkaitan dengan anak kecil seperti ini dan situasinya selalu sulit," kata Anton Lutz.
Ditargetkan karena ibunya
Gadis itu diyakini sebagai putri dari Kepari Leniata, yang dibakar hidup-hidup di Gunung Hagen pada 2013, setelah juga dituduh mempraktikkan sihir atau sanguma, sebutan yang lazim di bagi masyarakat setempat.
Kematiannya yang brutal menjadi berita utama di seluruh dunia dan mendapat janji dari para pemimpin Papua Nugini untuk memerangi apa yang disebut pembunuhan karena sihir tapi insiden penyiksaan dan pembunuhan terus berlanjut. Anton Lutz mengatakan penyiksaan terhadap gadis tersebut berkaitan langsung dengan tuduhan yang ditujukan terhadap ibunya.
"Bagian dari cerita rakyat soal sanguma, wanita adalah penyihir, termasuk keyakinan sihir itu bisa diturunkan dari ibu ke anak," katanya.
"Dari semua anak di desa, anak perempuan yang satu ini dikucilkan karena silsilah keluarganya [yang dituduh penyihir] dan mereka percaya dia bertanggung jawab atas hal-hal buruk yang terjadi di desa tersebut."
Para penyiksa adalah individu yang sesat
Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill telah menyampaikan kemarahannya atas penyiksaan terhadap gadis itu. "Mari kita tegaskan, keyakinan terhadap sanguma adalah mutlak omong kosong," kata Peter O'Neill dalam sebuah pernyataan.
"Di zaman modern seperti sekarang ini sanguma bukanlah praktik budaya yang nyata, ini adalah kepercayaan yang salah dan melibatkan penganiayaan dan penyiksaan terhadap wanita dan anak perempuan oleh individu yang menyedihkan dan sesat."
PM Peter O'Neill mengatakan polisi telah dikirim untuk menyelidiki insiden tersebut dan "siapa pun yang mencoba menghalangi penyelidikan yang sah akan ditangkap".
Gubernur menyerukan diakhirinya tuduhan sihir
Gubernur provinsi Enga, Peter Ipatas, telah meminta masyarakat membantu membasmi praktik menuduh orang-orang melakukan praktek sihir dan menyiksa serta membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Dalam sebuah pernyataan, Peter Ipatas mengatakan, dalam sepekan terakhir saja, ada dua insiden tuduhan sihir di Enga, dan dalam sebulan terakhir sudah 20 wanita menjadi korban kekerasan terkait sihir.
"Kepercayaan pada 'sanguma' ini bukan bagian dari hukum kita, iman kita atau budaya kita," katanya.
"Kita cukup pintar untuk menyadari ini adalah kepercayaan yang diimpor dan salah yang hanya merugikan orang dan masyarakat kita."
30 'penyihir' terbunuh setiap tahun
Kasus terbaru kekerasan terkait sihir terjadi menyusul dilakukannya sebuah penelitian baru yang berhasil mengungkapkan tingkat masalah ini di Papua Nugini.
Akademisi dari Universitas Divine Word, Lembaga Penelitian Nasional Papua Nugini, dan Universitas Nasional Australia (ANU), menemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, rata-rata terjadi 72 insiden penyiksaan, dan 30 kematian yang dilaporkan di surat kabar lokal setiap tahunnya.
Tapi salah seorang peneliti, Miranda Forsyth dari ANU, mengatakan polisi hanya menahan dan menuduh sebagian kecil saja dari pelaku. "Kami menemukan bahwa hanya sekitar 15 persen kasus yang dilaporkan di surat kabar yang berakhir dengan persidangan terhadap setidaknya satu orang tersangka," katanya.
"Melihat semua kasus-kasus tersebut, setidaknya melibatkan sekitar 15 ribu orang pelaku dan hanya 115 orang saja yang dijatuhkan sanksi hukum.”
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.