Kamis 23 Nov 2017 00:07 WIB

Serba-Serbi Gunung Berapi: Jenis, Frekuensi Letusan dan Dampak

Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali akhirnya meletus. Puncak tertinggi di Pulau Dewata itu mengeluarkan asap hitam pada Selasa (21/11) sore, pukul 17.35 WITA dalam kondisi level siaga atau level tiga.
Foto:

Seberapa sering gunung berapi Meletus?

Beberapa gunung berapi kecil hanya meletus sekali dalam hidup mereka, sementara gunung berapi lainnya meletus berkali-kali. Gunung berapi Kilaeua di Hawaii, yang meletus terus menerus sejak 1983, adalah gunung berapi paling aktif di dunia.

Sementara beberapa gunung berapi meletus secara berkala, selalu ada pengecualian terhadap pengaturan tersebut. Dan bahkan gunung berapi yang belum meletus selama lebih dari 10.000 tahun -secara tradisional dianggap telah punah -bisa mulai aktif lagi, kata ahli vulkanologi Ray Cas, seorang profesor emeritus di Universitas Monash.

Apakah raksasa yang tertidur ini sedang terbangun?
Apakah raksasa yang tertidur ini sedang terbangun? Sumber air panas di Taman Nasional Yellowstone menunjukkan bahwa gunung api ini mungkin bersiap untuk erupsi.

Wikimedia Commons: Frank Kovalchek

Misalnya, Profesor Cas mengatakan, bukti terbaru menunjukkan bahwa supervolcano Yellowstone tampaknya memiliki letusan besar setiap 700.000 tahun, dan terakhir yang terjadi adalah 700.000 tahun lalu. Sekarang gunung berapi ini menunjukkan tanda-tanda menggeliat. "Ini mungkin masuk dalam kategori yang disebabkan hal lain," kata Profesor Cas.

Bisakah memprediksi kapan letusan terjadi?

Memprediksi kapan letusan akan terjadi dan apakah akan ada letusan atau hanya aliran lahar bisa sangat rumit. "Ada tingkat ketidakpastian yang tinggi ... karena alam dan magma tidak mengikuti aturan hitam dan putih," kata Profesor Cas.

Sementara gempa memberi tahu kita bahwa magma bergerak, itu tidak berarti akan sampai ke permukaan. Mungkin saja itu akan menjadi dingin dan memadat sebelum meletus.

Gunung Agung: ketidakpastian apakah gunung berapi ini akan Meletus bisa menegangkan.
Gunung Agung: ketidakpastian apakah gunung berapi ini akan meletus bisa menegangkan.

AP: Firdia Lisnawati

Hambatan utama bagi ilmuwan dalam memprediksi letusan adalah mereka tidak memiliki cara untuk mendeteksi karakteristik magma dari jarak jauh yang menentukan bagaimana perilaku tersebut. Setiap negara di dunia dengan gunung berapi aktif memantau aktivitas mereka dan berbagi informasi secara global.

Peringatan pemantauan dan peringatan untuk letusan gunung berapi tersebut didasarkan pada penilaian indikasi seperti:

Waktu: Jika gunung berapi telah meletus pada interval reguler, ini bisa membantu menunjukkan kapan ia akan meletus lagi. Semakin lama periode antara letusan dan semakin besar letusan terakhir, semakin besar pula prediksi letusan. Dan bahkan jika gunung berapi berperilaku seperti yang diperkirakan - tak muncul begitu saja - penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa kita hanya bisa menggunakan metode ini pada sekitar 1.200 dari 3.500 gunung berapi aktif di seluruh dunia, yang memilki sejarah erupsi.

Kegiatan Gempa: Aktivitas gempa yang meningkat bisa mengindikasikan gunung berapi akan meletus, tapi tidak selalu begitu.

Perubahan bentuk gunung berapi: Saat magma naik, hal itu bisa menyebabkan perubahan terukur pada puncak dan lereng gunung berapi.

Pemanasan air: Saat magma naik, hal itu juga bisa menyebabkan pemanasan yang terdeteksi dari air tanah dan permukaan danau.

Emisi gas: Perubahan jumlah dan komposisi gas yang dipancarkan dari gunung berapi bisa memberi tahu ilmuwan tentang bagaimana magma bergerak.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/serba-serbi-gunung-berapi-jenis-frekuensi-letusan-dan-dampak/9180632
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement