Ahad 26 Nov 2017 13:00 WIB

Wakil Pemerintah Australia Kecewa Terhadap Uber

Aplikasi Uber.
Foto: Mashable
Aplikasi Uber.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Penasehat khusus bidang keamanan siber Perdana Menteri Australia, Alastair MacGibbon, telah menyatakan kekecewaannya terhadap perusahaan Uber.

Alastair MacGibbon, penasihat khusus perdana menteri Australia untuk keamanan cyber.
Alastair MacGibbon, penasihat khusus perdana menteri Australia untuk keamanan cyber.

ABC News: Ross Nerdal

Kekecewaannya berkaitan dengan laporan jutaan data pengguna Uber di dunia yang telah diretas sejak tahun lalu. Tapi perusahaan Uber baru mengumumkannya kepada publik pada pekan ketiga November 2017.

Di Australia, masih belum diketahui apa dampak dari kebocoran data jutaan pengguna Uber ini.

"Keluhan saya berkaitan dengan tidak diberitahunya berapa pasti jumlah orang di Australia yang datanya bocor, apakah dua orang atau dua juta orang?" jelas Alastair kepada program PM dari Radio ABC.

Ia mengaku sudah berbicara dengan pihak Uber, sejak 57 juta nama, lengkap dengan alamat email dan nomer telepon dari seluruh dunia telah diretas.

"Saya berharap mereka benar-benar bekerja keras untuk mencari tahu apa yang terjadi dan bagaimana caranya agar tak terjadi lagi di masa depan," tegasnya.

"Yang lebih penting, sistem apa yang digunakan untuk mencegah kebocoran data ini."

Tidak hanya soal jutaan data pelanggan Uber yang dibocorkan, tapi Alastair mendapatkan laporan jika perusahaan taksi berbasis aplikasi ini sebenarnya sudah tahu masalah ini sejak setahun lalu, sehingga dianggap menutup-nutupi. Bahkan dilaporakkan Uber telah membayar $132 ribu kepada peretas untuk menghapus informasi tersebut.

Juru bicara Uber di Australia, ada sejumlah orang-orang di Australia yang datanya termasuk yang diretas, tetapi tidak melibatkan informasi sensitif, seperti nomer kartu kredit.

Tahun depan akan ada skema baru di Australia yang mewajibkan perusahaan-perusahaan buntuk melaporkan jika ada peretasan data informasi.

"Ini tentu berlaku untuk semua organisasi yang beroperasi di Australia," ujar Timothy Pilgrim, Komisioner Informasi dan Privasi di Australia

Skema baru yang mengatur pelanggaran data akan mulai berlaku 2 Februari tahun depan, yang disambut baik oleh Australian Computer Society.

"Insiden serius dari pelanggaran data informasi sekarang lebih banyak terjadi dari sebelumnya, ini adalah ancaman serius yang perlu kita perhatikan," ujar Presiden Australian Computer Society, Anthony Wong.

Tapi sejumlah badan lainnya masih kurang yakin dengan skema baru ini.

"Masih belum jelas kapan perusahaan-perusahaan ini harus memberi tahu konsumen jika ada pelanggaran data. Ini kembali kepada pemimpin perusahaan untuk menyadari jika ini menyangkut data penting dan privasi pelanggannya, sehingga mereka mengambil langkah untuk memberitahunya," ujar Jodie Sangster, CEO Association for Data-Driven and Advertising di Australia.

Nantinya, perusahaan-perusahaan yang tidak melaporkan adanya pelanggaran data pelanggan, bisa terkena denda hingga 2,1 juta dolar AS.

Artikel ini disadur dari laporan program PM milik Radio ABC, yang bisa Anda dengar selengkapnya disini.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/australia-nyatakan-kecewa-terhadap-uber/9190310
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement