Senin 04 Dec 2017 05:26 WIB

Paus Francis Kembali Sebut Rohingya

Rep: Fira Nursya'bani, Crystal L Purnama/ Red: Elba Damhuri
Paus Francis saat tiba di bandara di Yangon, Myanmar, Senin (27/11).
Foto: L'Osservatore Romano/Pool Photo via AP
Paus Francis saat tiba di bandara di Yangon, Myanmar, Senin (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Paus Francis akhirnya menyebut kata Rohingya untuk pertama kalinya dalam rangkaian kunjungannya ke Myanmar dan Bangladesh pada Jumat (1/12). Saat itu dia tengah berpidato di hadapan forum antaragama di ibu kota Bangladesh, Dhaka.

"Kehadiran Tuhan saat ini juga disebut Rohingya,\" kata Paus Francis seperti dikutip dari CNN.

Paus Francis tidak menggunakan istilah tersebut di depan publik awal pekan lalu saat mengunjungi Myanmar. Perjalanannya ke Bangladesh pada Jumat adalah perjalanan terakhirnya ke kedua negara itu.

Setelah berpidato, Paus Francis bertemu dengan sekelompok pengungsi Rohingya dan mendengarkan berbagai cerita mereka. Dia menyebut tragedi yang dialami pengungsi Rohingya sangat besar. "Atas nama semua orang, dari orang-orang yang menganiaya Anda, orang-orang yang menyakiti Anda, dan terutama ketidakpedulian dunia, saya meminta maaf kepada Anda. Maafkan kami," ujarnya.

Banyak orang yang membicarakan kemurahan hati Bangladesh ketika menampung pengungsi Rohingya. "Sekarang saya meminta kemurahan hati Anda untuk memberi kami pengampunan yang kami minta dari Anda," kata Paus Francis kepada kelompok pengungsi.

Paus Fransis menjelaskan keputusan kontroversialnya itu pada Sabtu (2/12) waktu setempat. Dia tidak ingin mengambil risiko menutup dialog dengan para pemimpin negara tersebut dengan menggunakan istilah Rohingya.

Awalnya, dia merasa terganggu karena orang-orang Rohingya tidak diperlakukan baik oleh beberapa penyelenggara acara yang hendak membawa mereka bertemu dengan Paus Francis. “Saya bahkan sedikit berteriak. Hormati! Hormati!,” kata Paus Francis.

Lebih dari 620 ribu warga Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan Myanmar ke Bangladesh sejak serentetan kekerasan pada Agustus lalu. Banyak yang mengatakan mereka terpaksa melarikan diri dari kekejaman yang dilakukan militer Myanmar.

Pemerintah Myanmar tidak menggunakan istilah Rohingya untuk merujuk pada kelompok tersebut. Myanmar menganggap orang-orang Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh, meskipun beberapa keluarga Rohingya telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad. Rohingya tidak diakui sebagai minoritas resmi di Myanmar, yang secara efektif berarti mereka ditolak kewarganegaraannya.

Sejumlah aktivis Rohingya berpendapat, Paus Francis terlibat dalam strategi Myanmar untuk mendelegitimasi Rohingya dengan mempertanyakan identitas mereka. Hal ini mengingat Paus Francis tidak menggunakan istilah Rohingya ketika menyebut kelompok tersebut.

"Istilah Rohingya bukanlah ras. Ini adalah istilah bermartabat bagi lebih dari 2 juta orang yang tinggal di seluruh dunia," kata aktivis Rohingya yang berbasis di Eropa, Nay San Lwin.

Namun, setelah Paus Francis menyebutkan kata Rohingya di Bangladesh, Lwin mengaku dia dan pendukung Rohingya lainnya merasa seperti pemenang. "Tanpa diduga dia menggunakan istilah yang benar, dia tidak menghindar saat bertemu warga Rohingya secara langsung," kata Lwin.

Selama kunjungannya ke Myanmar, Paus Francis bertemu dua pemimpin terpenting di negara itu, Suu Kyi dan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar. Dalam sebuah pertemuan singkat dengan Paus pada Senin (27/11), Hlaing menegaskan, semua agama dapat beribadah dengan bebas di Myanmar.

Banyak pengamat Myanmar mengatakan, klaim Hlaing salah jika mengarah pada krisis Rohingya. "Terbayang saat Anda menghadapi kepalsuan yang begitu mencolok dan narasi yang sangat palsu yang telah dirumuskan oleh orang-orang yang menutupi kekejaman," kata Wakil Direktur Divisi Human Rights Watch di Asia, Phil Robertson.

(Pengolah: Qommarria Rostanti).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement