REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Semakin banyak mahasiswa di Australia membutuhkan waktu lebih lama menyelesaikan kuliah mereka. Sebanyak 30 persen di antaranya gagal mendapatkan pekerjaan dalam waktu empat bulan setelah lulus.
Dalam data terbaru yang dirilis Pemerintah Australia terungkap hanya dua pertiga mahasiswa yang mampu menyelesaikan gelar mereka dalam waktu enam tahun. Jumlah mahasiswa yang berhasil mendapatkan pekerjaan dalam jangka pendek dan menengah setelah lulus juga mengalami penurunan.
Hanya 71 persen sarjana yang langsung mendapatkan pekerjaan begitu mereka lulus. Sebanyak 15 persen masih menganggur empat tahun setelah lulus.
Namun, kalangan universitas di Australia menyatakan angka lulusan yang mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan studi berada pada tingkat tertinggi dalam kurun waktu tiga tahun. Dikatakan, penurunan mahasiswa yang mampu menyelesaikan studi dalam waktu enam tahun hanya turun satu persen. Tingkat mahasiswa yang menyelesaikan gelar mereka dalam waktu sembilan tahun tetap stabil.
Angka tersebut termuat dalam dua laporan pemerintah yang dirilis Kamis (30/11). Satu berdasarkan survei lulusan 2017 dan yang lainnya menganalisis data hasil mahasiswa empat, enam dan sembilan tahun setelah memulai kuliah.
Dari semua mahasiswa yang meraih gelar sarjana di 2010, sebanyak 66 persen menyelesaikan studi setelah enam tahun. Namun, beberapa universitas mencatat tingkat penyelesaian tertinggi, sementara mahasiswa di universitas lain jauh lebih mungkin untuk drop out.
Mahasiswa yang belajar di luar kampus, paruh waktu, adalah mahasiswa berusia dewasa, memiliki nilai ATAR (hasil ujian SMA) rendah, atau memiliki status sosio-ekonomi rendah cenderung gagal menyelesaikan kuliah mereka. Hanya setengah dari mahasiswa dengan nilai ATAR antara 30 dan 49 yang menyelesaikan kuliah mereka dalam waktu enam tahun.
Mahasiswa di University of Sydney, University of NSW dan Australian National University adalah yang paling tinggi kemungkinan menyelesaikan kuliah. Sebaliknya, mereka yang belajar di Federation University di Victoria, Charles Darwin University, dan University of Southern Queensland adalah yang paling kecil kemungkinan selesai.
Lulusan universitas terserap ke pasar kerja, namun pekerjaan jangka pendek bagi sarjana telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Survey Hasil Lulusan 2017 ini melaporkan penyerapan tenaga kerja secara umum sama bagi pria dan wanita, "dengan pengecualian sarjana perempuan memperoleh gaji yang jauh lebih rendah daripada laki-laki".
Pada tahun 2014, kesenjangan gender bagi rata-rata gaji lulusan pascasarjana adalah 4.000 dolar AS (Rp 41 juta) atau tujuh persen. Hal ini sebagian dijelaskan oleh fakta perempuan lulus dalam profesi yang menuntut gaji lebih rendah, tapi bahkan di bidang yang sama, sarjana wanita masih memperoleh penghasilan lebih rendah daripada laki-laki.
Mereka yang belajar kedokteran adalah yang paling mungkin mendapatkan pekerjaan setelah lulus - hampir 98 persen. Mereka yang belajar seni kreatif, perhotelan dan pelayanan pribadi, dan sains dan matematika adalah yang paling kecil kemungkinannya mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Tidak terhubungnya studi dan pekerjaan
CEO Universitas Australia, Belinda Robinson mengatakan Pemerintah Federal telah membesar-besarkan angka-angka tersebut sebagai bagian dari upaya untuk menerapkan kondisi baru pada pendanaan universitas. "Pemerintah mencoba membumbui penurunan satu persen mahasiswa yang menyelesaikan kuliah mereka dalam enam tahun sebagai argumen untuk pendanaan berbasis kinerja," kata Robinson.
"Namun tingkat kelulusan sembilan tahun tetap stabil," ujarnya.
Robinson mengatakan selama beberapa dekade terakhir, banyak perguruan tinggi telah mendaftarkan sejumlah mahasiswa dari latar belakang yang kurang beruntung.
"Mahasiswa berusia dewasa dan paruh waktu mungkin perlu waktu lebih lama menyelesaikan kuliah. Sebab banyak dari mereka yang harus bergantian waktunya antara sekolah dan pekerjaan penuh waktu, sebagai orangtua dan tanggung jawab merawat anggota keluarga," jelasnya.
Menteri Pendidikan Simon Birmingham mengatakan sangat mengkhawatirkan melihat satu dari empat lulusan mengaku kuliah mereka tidak relevan dengan pasar kerja. "Sebagian besar mahasiswa melakukan studi lebih lanjut untuk memperbaiki prospek mendapatkan pekerjaan. Namun angka-angka ini jelas menunjukkan keterputusan antara beberapa program studi perguruan tinggi dengan pasar kerja," kata Birmingham.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.