REPUBLIKA.CO.ID,SANAA -- Pemberontak Houthi di Yaman mengklaim mereka telah membunuh mantan sekutu mereka, Ali Abdullah Saleh. Mantan presiden Yaman tersebut dilaporkan ditembak mati oleh penyerang Houthi pada Senin (4/12) setelah konvoi lapis bajanya melarikan diri dari ibu kota yang dikuasai pemberontak yaitu Sanaa ke Marib.
Pertarungan antara Houthi dan pasukan yang setia kepada Saleh pecah di Sanaa terjadi pekan lalu setelah berbulan-bulan meningkatnya ketegangan dan tuduhan Saleh berusaha untuk beralih dalam perang sipil.
Houthi dan Partai Kongres Rakyat Umum (General People's Congress/GPC) dulunya bersekutu melawan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi yang diasingkan.
Dalam sebuah pidato panjang yang disiarkan di televisi Houthi, pejabat tinggi Abdul-Malek al-Houthi mengatakan bahwa kematian Saleh adalah hasil dari pengkhianatannya.
Juru bicara Houthi Abdel-Rahman al Ahnomi juga mengkonfirmasi pada hari Senin bahwa sebuah video mengerikan yang beredar luas di media sosial menunjukkan mayat Saleh.
Dalam cuplikan tersebut, mengingatkan pada kematian pemimpin Libya Muammar Gaddafi di tangan bangsanya sendiri pada 2011. Tubuh Saleh terbawa dalam selimut, darah terlihat di kemejanya. Matanya terbuka dan berkaca-kaca serta mengalami luka kepala serius. Kemudian pria bersorak dan mengikat tubuhnya ke sebuah truk.
Sebelumnya, Stasiun TV yang dikendalikan Houthi melaporkan mantan presiden Yaman telah terbunuhLaporan awal Saleh telah terbunuh datang setelah rumahnya di ibukota diledakkan oleh mortir Houthi.
Bentrokan di kota tersebut dalam beberapa hari terakhir telah menewaskan setidaknya 125 orang dan melukai lebih dari 200 orang. Sementara pada Senin malam pertempuran tersebut tampaknya mereda, kematian Saleh membuka sebuah babak baru dalam konflik berdarah tersebut.
"Yaman saat ini bukan Yaman kemarin," kata Adam Baron, mantan penduduk Sanaa dan rekannya di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan kepada The Independent seperti dikutip, Selasa (5/12).
"Yang jelas adalah bahwa permainan telah berubah. Satu hal yang tampaknya pasti adalah konflik dan penderitaan bagi orang-orang Yaman. Beberapa hari sebelumnya pada hari Sabtu, Saleh mengatakan bahwa dia ingin "membalik halaman" dalam hubungan dengan koalisi pimpinan-Arab Saudi, yang menghasilkan harapan baru untuk kesepakatan damai setelah perang yang telah menemui jalan buntu selama hampir tiga tahun.
Namun, ucapan tersebut pada akhirnya menyebabkan pertempuran intra-pemberontak di Sanaa, dan kematiannya sendiri.
Presiden Hadi dan sekutu-sekutunya di Arab Saudi mengatakan pada Senin (4/12) bahwa pemerintah yang diasingkan akan meluncurkan serangan baru untuk merebut kembali ibu kota tersebut. Inggris mengecam blokade di Suriah tapi tidak di Yaman. Lebih dari 20 juta orang Yaman - dua pertiga penduduk telahbergantung pada bantuan kemanusiaan sejak perang sipil meletus pada Maret 2015.
Lebih dari 10.000 orang telah meninggal dalam konflik sampai saat ini akibat kekerasan, epidemi kolera terbesar di dunia, kelaparan dan penyakit lainnya. Badan-badan bantuan memperingatkan statistik angka sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi.
Sementara beberapa bantuan telah diizinkan masuk ke Sanaa dan pelabuhan utama Hodeida,. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan badan-badan bantuan memperingatkan bahwa tanpa akses yang tidak terbatas terhadap barang-barang seperti bahan bakar, untuk generator yang memberi wewenang rumah sakit dan merawat air minum, negara ini masih berada di jalur kelaparan berskala besar.
Yaman yang merupakan negara termiskin di dunia Arab sebelum perang pecah telah mengalami kerusuhan sejak demonstrasi Musim Semi Arab 2011 yang menggulingkan Saleh.
Mantan presiden tersebut memerintah Yaman selama 30 tahun sampai akhirnya dipaksakan lengser dari jabatannya pada 2012, menyerahkan kendali kepada wakilnya, Presiden Hadi.