Rabu 06 Dec 2017 11:29 WIB

Menhan AS: Kematian Saleh Perburuk Situasi di Yaman

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Foto: Reuters
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan, kematian mantan presiden Ali Abdillah Saleh akan memperburuk situasi kemanusiaan di Yaman. Dia menambahkan, hal itu mengganggu perundingan damai PBB serta berpotensi menimbulkan perang yang lebih kejam.

"Situasi warga sipil dan kemanusiaan d isana akan menjadi lebih buruk dalam waktu dekat," kata Jim Mattis seperti diwartakan Reuters, Rabu (6/12).

Meski demikian, Mattis mengakui saat ini memang masih terlalu dini untuk menerka-nerka dampak yang ditimbulkan dari pembunuhan tersebut. Dia mengatakan, untuk sementara, yang saat ini bisa dilakukan adalah memenuhi kebutuhan obat-obatan, makanan dan air bersih serta menanggulangi kolera.

Koalisi pimpinan Arab Saudi hingga saat ini masih melakukan blokade terhadap Yaman. Situasi di negara tersebut semakin buruk ditambah dengan konflik internal. Sekitar 7 juta orang berada di ambang kelaparan sementara satu juta warga diduga terinfeksi kolera. "Saya pikir masalah ini perlu mendapat perhatian khusus dengan cepat," singkatnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, pemberontak Houthi telah membunuh Ali Abdullah Saleh. Mantan presiden Yaman itu dilaporkan ditembak mati oleh penyerang Houthi pada Senin (4/12).

Analis mengatakan kematian Saleh akan menjadi dorongan moral bagi Houthi. Hal itu juga merupakan pukulan serius bagi koalisi Arab Saudi yang ikut campur dalam konflik untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Seorang analis politik King's College London, Andreas Krieg mengatakan situasi di Yaman untuk jangka pendek akan menjadi tidak aman dan bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Dia menambahkan, perang koalisi pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi kemungkinan akan meningkat dengan kematian Saleh.

Menurut Krieg, kematian Ali Abdullah Saleh menimbulkan keraguan tentang masa depan negara yang dilanda perang tersebut. Meski masih belum jelas apakah aliansi di lapangan akan bergeser, Krieg yakin hal tersebut pasti akan terjadi.

"Pengeboman koalisi sudah cukup buruk, sekarang akan ada tingkat perang sipil yang baru," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement