REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setelah temuan kasus Zika muncul di belahan bumi Barat, kabar mengejutkan datang dari Amerika dengan munculnya laporan invekso dan dampak Zika terhadap bayi-bayi yang lahir di Brasil dan Kolombia. Ada dugaan Zika sudah mencapai Amerika Serikat (AS).
Meski jumlah kasus Zika turun, namun para saintis tetap mengantisipasi kemungkinan Zika merebak kembali. ''Ini cuma soal waktu sebelum kita melihat lagi munculnya wabah Zika,'' kata ahli entomologi kesehatan U.S. Army Medical Research Institute of Infectious Diseases di Kota Frederick, Maryland AS, Andrew Haddow seperti dikutip Science News, pekan ini.
Para peneliti berkejaran dengan waktu untuk menangani virus yang tidak dikenali ini. Namun sejauh ini sudah ada kemajuan tentang biologi Zika dan interaksi virus ini dengan inangnya. Hal itu penting untuk mengembangkan vaksin yang aman dan efektif.
Pada 2017, epidemi ini agak mereda karena kemungkinan imunitas yang juga berkembang. Zika telah menginfeksi banyak orang dan mereka yang sudah pernah terinfeksi bisa membangun proteksi tidak langsung bagi mereka yang belum pernah terinfeksi. Bila nyamuk yang menjadi vektor Zika tidak menemukan cukup orang, virus ini tidak mudah merebak.
Belakangan, para peneliti juga menemukan Zika bisa menyebar melalui kontak seksual. Zika bisa bertahan dalam semen selama tiga bulan. Dalam riset yang dipublikasikan di Emerging Infectious Diseases, Haddow dan timnya menemukan delapan monyet terekspos Zika melalui vagina dan tujuh monyet terinfeksi Zika melalui rektum.
Di alam, hewan bisa jadi tempat bersembunyi virus Zika di antara wabah-wabah yang menyerang manusia. Beberapa monyet capuchin dan marmoset di Brasil yang hidup di tengah populasi besar manusia diketahui telah teinfesi Zika. Namun memang perlu dipelajari lebih jauh bagaimana virus ini bertahan untuk waktu yang lama di alam.
Kekhawatiran akan efek Zika terhadap kehamilan, para peneliti juga tengah bergegs menemukan vaksin. Sejauh ini, sudah ada dua riset yang menguji vaksin berbasis DNA yang diperoleh dari virus Zika.
Menurut gynekolog obstetrik Emory University School of Medicine, Atlanta AS, Denise Jamieson, meski perhatian publik menurun, ancaman Zika tetap bertahan. Intervensi tetap dibutuhkan, terutama pada wanita hamil.
''Sebenarnya kita belum siap dengan kemunculan penyakit menular lain yang mungkin berdampak terhadap wanita hamil, fetus, atau bayi. Tapi, mau tak mau kita harus siap,'' kata Jamieson.