Selasa 19 Dec 2017 15:08 WIB

Bentrokan Etnis di Ethiopia, Puluhan Orang Tewas

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Penduduk di Ethiopia.
Foto: Africa24 Media/Camerapix/Mohamed Amin/Duncan Willets
Penduduk di Ethiopia.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Bentrokan pekan ini antara kelompok etnis yang berbeda di wilayah Oromia di Ethiopia telah menewaskan setidaknya 61 orang.

Dilansir Aljazirah, Selasa (19/12), pemerintah Ethiopia mengatakan pada Senin (18/12) sedang menyelidiki insiden kekerasan di distrik Hawi Gudina dan Daro Lebu, putaran terakhir kekerasan di sebuah wilayah yang dilanda kerusuhan mematikan pada 2015 dan 2016.

Juru bicara regional, Addisu Arega Kitessa mengatakan 29 etnis Oromos terbunuh antara 14 dan 17 Desember oleh penyerang Somalia di Hawi Gudina. Kekerasan tersebut memicu serangan balas dendam di Daro Lebu, yang mengakibatkan terbunuhnya 32 etnis Somalia.

"Wilayah ini bekerja untuk membawa pelaku ke pengadilan," tulis Addisu di Facebook.

Masih belum diketahui penyebab kekerasan yang terakhir. Itu terjadi setelah 16 etnik Oromos terbunuh pada Selasa oleh tentara yang mencoba membubarkan kerumunan demonstran di kota Chelenko, Oromia. Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Hailemariam Desalegn mengutuk bentrokan terakhir dan menyatakan belasungkawa terdalamnya kepada keluarga korban.

Dia juga mengumumkan sebuah gugus tugas telah dibentuk untuk menyelidiki serangan tersebut, serta insiden di Chelenko. Oromia diguncang oleh kekerasan pada 2015 dan 2016, dipicu oleh rencana untuk mengalokasikan lahan pertanian di wilayah tersebut, yang mengelilingi Addis Ababa untuk pembangunan.

Pihak berwenang kemudian membatalkan skema lahan tersebut, namun demonstrasi anti-pemerintah yang dimulai di Oromia dan menyebar ke wilayah Amhara dan di tempat lain terjadi lagi mengenai hak politik dan hak asasi manusia, serta penahanan terus-menerus terhadap demonstran oposisi.

Kekerasan, yang menyebabkan ratusan orang tewas, mendorong pemerintah memberlakukan keadaan darurat pada Oktober 2016. Langkah tersebut, yang dilakukan pada Agustus, membatasi sejumlah hak dan menyebabkan penangkapan lebih dari 21 ribu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement