REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Emisi gas rumah kaca Australia meningkat selama tahun ketiga berturut-turut hingga 2016-2017. Namun Pemerintah Federal Australia menegaskan masih akan bisa mencapai target soal perubahan iklimnya.
Data Departemen Lingkungan Baru menunjukkan emisi gas meningkat sebesar 0,7 persen pada tahun keuangan terakhir 2017. Mereka menyalahkan adanya peningkatan produksi dan ekspor gas. Di tahun anggaran 2015-2016 telah ada peningkatan sebanyak 0,8 persen, diikuti dengan peringatan jika Australia tidak berada di jalur untuk memenuhi target mengurangi emisi di tahun 2030.
Tapi Menteri Energi Australia, Josh Frydenberg mengatakan dari data terakhir menunjukkan pemerintah diharapkan dapat mencapai target di tahun 2020 dengan pengurangan sebesar 294 juta ton, dibandingkan dengan tingkat tahun 2000.
Dalam sebuah pernyataan, Josh mengatakan Australia "[melanjutkan] untuk mencapai target pada tahun 2030" meskipun terjadi kenaikan emisi gas tahunan.
"Australia mengalahkan target Protokol Kyoto pertamanya sebesar 128 juta ton emisi, dan data terbaru dari Departemen Lingkungan dan Energi yang dirilis Selasa (19/12) menunjukkan emisi Australia sekarang berada pada tingkat terendah dalam 28 tahun, dengan basis per kapita dan pendapatan domestik," kata Josh.
Juru bicara untuk energi dari pihak oposisi, Mark Butler mengatakan target emisi yang direvisi oleh pemerintah untuk tahun 2030 hanya akan bernilai 5 persen di bawah tahun 2005.
"Mengabaikan emisi sektor lahan, emisi 2030 diproyeksikan hampir 10 persen lebih tinggi dari tingkat tahun 2005," ujar Mark.
Tinjauan kebijakan perubahan iklim dari Departemen Lingkungan, yang telah lama ditunggu keluar, menemukan bahwa Australia menyumbang 1,3 persen dari emisi karbon global.
Josh mengatakan laporan tersebut membuktikan bahwa Pemerintah Federal Australia memiliki kebijakan yang tepat untuk memenuhi tujuan perubahan iklim, di saat yang sama juga mengamankan pasokan listrik yang bisa diandalkan dan terjangkau.
Ia mengatakan dana pengurangan emisi kini menjadi "salah satu pasar offset karbon domestik terbesar di dunia", sebanyak lebih dari 191 juta ton pengurangan yang terjamin, dengan harga rata-rata 11,90 dolar AS atau senilai hampir Rp 120 ribu per ton.
Laporan departemen juga mempertimbangkan peran perdagangan emisi internasional dengan pemerintah federal sekarang memberikan dukungan yang sifatnya mendasar.
Hal ini dapat memungkinkan bisnis dengan emisi rendah untuk menjual kelebihannya ke organisasi lain yang memiliki tingkat polusi lebih tinggi, sehingga dapat membantu mengurangi biaya kewajiban. "Keputusan akhir mengenai waktu dan batas kuantitas serta kualitas akan diambil pada 2020, termasuk konsultasi lebih lanjut dan analisis terperinci," kata Josh.
Kepala eksekutif Dewan Iklim di Australia, Amanda Mackenzie mengatakan angka terbaru menunjukkan Australia berisiko menjadi, "tertinggal dalam masalah iklim global".
"Konsekuensi dari perubahan iklim yang memburuk telah terlihat di seluruh Australia di tahun 2017, dengan maraknya cuaca ekstrem termasuk badai, gelombang panas dan kebakaran hutan, bersamaan 'pemutihan' Great Barrier Reef yang berulang," kata Mackenzie.
"Gagalnya mengatasi perubahan iklim dan membuat polusi Australia terkendali, pemerintah Australia menerima kondisi dramatis pada iklim yang berdampak serius."
Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.