Jumat 22 Dec 2017 07:36 WIB

AS Sanksi Pelanggar HAM, Termasuk Jenderal Myanmar

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson.
Foto: EPA
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi kepada 13 pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan koruptor, serta 39 individu dan entitas lainnya, pada Kamis (21/12).

Sanksi yang diberikan adalah membekukan aset mereka di bawah yurisdiksi AS, melarang warga AS untuk berurusan dengan mereka, dan memotong sistem keuangan global.

"Kita harus memimpin dengan memberi contoh, dan pengumuman sanksi hari ini menunjukkan AS akan terus mengejar konsekuensi nyata dan signifikan bagi mereka yang melakukan pelanggaran HAM serius dan terlibat dalam korupsi," kata Menteri Luar Negeri ASRex Tillerson, dalam sebuah pernyataan.

Departemen Keuangan AS mengatakan sanksi terhadap mereka adalah yang pertama yang diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Akuntabilitas Intelijen Global Magnitsky. Undang-undang ini baru disahkan tahun lalu.

Salah satu individu yang mendapatkan sanksi AS adalah Jenderal Myanmar Maung Maung Soe. Ia dianggap bertanggung jawab dalam tindakan kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Rakhine terhadap minoritas Muslim Rohingya tahun ini. Juru bicara pemerintah Myanmar tidak segera memberikan komentar atas sanksi AS ini.

AS pada 22 November menyebut operasi militer Myanmar melawan masyarakat Rohingya sebagai aksi pembersihan etnis. Sejak itu AS mengancam akan memberikan sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab.

"AS memeriksa bukti yang dapat dipercaya tentang Maung Maung Soe, termasuk tuduhan terhadap pasukan keamanan Birma atas pembunuhan di luar hukum, kekerasan seksual, dan penangkapan sewenang-wenang serta pemboman desa yang meluas," ujar Departemen Keuangan AS pada Kamis (21/12).

Sanksi lainnya diberikan kepada Benjamin Bol Mel, yang telah bertindak sebagai penasihat Presiden Sudan Selatan Salva Kiir. Ia dicurigai telah mendapat perlakuan istimewa dalam kontrak pemerintah.

Daftar sanksi itu juga memasukkan nama mantan pemimpin Gambia, Yahya Jammeh, yang dituduh melakukan pelanggaran HAM dan korupsi. Reuters tidak dapat menghubungi Jammeh untuk berkomentar sejak dia pergi ke pengasingan.

Jammeh sebelumnya membantah telah memerintahkan penyiksaan terhadap lawan politiknya. Awal tahun ini pengacaranya, Edward Gomez, mengatakan dia tidak mengetahui adanya korupsi dana publik atau amal oleh Jammeh.

Jammeh, yang memerintah Gambia selama 22 tahun, telah dipaksa pergi ke pengasingan setelah menolak untuk menerima kekalahan dalam pemilihan. Ia dituduh menciptakan skuad teror yang mengancam, meneror, menginterogasi, dan membunuh orang-orang yang dilihatnya sebagai ancaman terhadap pemerintahannya.

Penerima sanksi lainnya adalah miliarder Israel Dan Gertler, yang dituduh menggunakan persahabatannya dengan Presiden Republik Demokratik Kongo Joseph Kabila untuk mendapatkan jaminan kesepakatan pertambangan. Gertler telah membantah semua tuduhan itu dan mengatakan investasinya di Kongo telah menciptakan ribuan lapangan kerja.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement