REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Duta Besar AmerikaSerikat (AS) untuk PBB Nikki Haley mengatakan negaranya akan memangkas pendanaan untuk PBB sebesar 285 juta dolar AS pada tahun fiskal mendatang. Hal ini diungkapkannya setelah Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang menolak diakuinya Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Haley menilai, penghamburan uang atau anggaran di PBB sudah cukup terkenal. "Inefisiensi dan penghamburan uang oleh PBB sudah terkenal. Kita tidak akan lagi membiarkan kemurahan hati rakyat Amerika dimanfaatkan atau tetap tidak terkendali," ujarnya, dikutip laman Anadolu Agency, Selasa (26/12).
Oleh sebab itu, menurutnya, pemangkasan dana untuk PBB pada tahun fiskal mendatang merupakan keputusan tepat. "Pengurangan pengeluaran historis ini, selain banyak langkah lain menuju PBB yang lebih efisien dan akuntabel, ini merupakan langkah besar ke arah yang benar," kata Haley.
Majelis Umum PBB, pada Kamis (21/12), telah menyetujui resolusi yang dengan tegas meminta Amerika Serikat (AS) menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Resolusi ini disepakati 128 negara dan ditolak sembilan negara lainnya. Sedangkan 35 negara memilih abstain.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, "Setiap keputusan dan tindakanyang dimaksudkan untuk mengubah karakter, status, atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem, tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku, dan harus dibatalkan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan (PBB) yang relevan."
Sebelum sesi pemungutan suara di Majelis Umum PBB digelar, Presiden AS Donald Trump melayangkan ancaman kepada negara-negara yang menentang keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Adapun ancaman tersebut adalah berupa pemotongan dana bantuan luar negeri.
"Mereka mengambil ratusan juta dolar AS, bahkan miliaran dolar AS, dan kemudian mereka memberikan suara menentang kita. Baik, kita melihat pemungutan suara itu. Biarkan mereka memberikan suara melawan kita, kita akan menghemat banyak. Kami tidak peduli," kata Trump.
Pada awal Desember lalu, Trump memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan ini menjadikan AS negara pertama yang mengakui kota suci tersebut sebagai ibu kota negara Zionis. Hal ini memicu protes dan gelombang penolakan dari negara-negara Arab dan Muslim. Keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dinilai telah melanggar berbagai kesepakatan dan resolusi internasional terkait kota suci tersebut.