REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Pesawat elektrik pertama di Australia telah memulai penerbangan uji cobanya di Bandara Jandakot Perth, di tengah harapan pesawat tersebut akan terbang ke pulau terdekat, yakni Pulau Rottnest dalam beberapa bulan mendatang.
Pesawat bermesin tunggal dengan dua tempat duduk, Pipistrel Alpha Electro ini memiliki dua baterai yang bisa membuat pesawat terbang di udara selama satu jam dengan tambahan 30 menit baterai cadangan. Tim di belakang pesawat itu mengatakan, selain ada manfaat lingkungan dengan menjauh dari bahan bakar jet, pesawat elektrik juga lebih aman dan mudah untuk diterbangkan.
"Penggerak elektrik jauh lebih sederhana daripada mesin bensin. Di dalam mesin bensin, Anda memiliki ratusan bagian yang bergerak. Di pesawat ini, Anda memiliki satu tombol untuk menghidupkan pesawat dan satu tuas pengontrol untuk terbang," kata pendiri Electro.Aero, Joshua Portlock.
Mesin ini didukung oleh dua baterai ion-lithium, serupa dengan yang digunakan di mobil elektrik Tesla. Tak ada tuas transmisi (persneling) atau beberapa bagian mesin yang bergerak -motor pesawat malahan menempel langsung ke baling-baling.
Alih-alih berfungsi sebagai alat ukur bahan bakar, sebuah panel memberitahu pilot tentang jumlah daya yang tersisa di baterai, dan perkiraan sisa waktu penerbangan, berdasarkan posisi tuas pengontrol. Baterai diberi energi kembali sekitar satu jam oleh pengisi daya yang berbasis di lapangan terbang Jandakot.
Portlock mengklaim, pesawat elektrik ini akan membuktikan diri sebagai alternatif yang lebih aman dari pesawat bertenaga bahan bakar konvensional karena kesederhanaannya. "Anda berurusan dengan 50 tahun teknologi mesin di pesawat terbang, sehingga kompleksitas menambah risiko terbang dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar terbang," sebutnya.
Tapi meski terus membaik, baterai ini tetap terbatas dalam jumlah energi yang bisa mereka simpan. Baterai di pesawat ini diperkirakan bisa bertahan selama sekitar 1.000 jam terbang.
Tapi biaya terbang dan perawatanyan jauh lebih murah. Biayanya sekitar 3 dolar AS (atau setara Rp 30 ribu) per jam untuk menjalankan mesin pesawat, sepersepuluh dari biaya mesin berbahan bakar. Pesawat menggunakan 110 kilowatt listrik untuk lepas landas dan naik ke ketinggian.
Tapi begitu meluncur, motor penggerak mati, dan seperti mobil elektrik, suaranya hampir sunyi. "Ini lebih nyaman," kata pilot Robert Bodley.
"Getarannya kurang, pemanasannya kurang, ini juga pesawat yang lebih stabil."
Pada pertengahan Januari, Bodley akan mulai melatih pilot lokal untuk menerbangkan pesawat elektrik satu mesin ini, dengan pilot terdaftar diminta untuk menyelesaikan penerbangan pengenalan sebelum terbang solo. Portlock mengatakan bahwa kelompok tersebut telah mengadakan diskusi dengan Otoritas Pulau Rottnest untuk memasang pengisi daya super untuk memanfaatkan panel surya, yang memungkinkan pilot menerbangkan pesawat ke pulau itu.
Rencana masa depan termasuk pengangkut udara elektrik yang mampu membawa hingga lima orang ke tempat tujuan liburan.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.