REPUBLIKA.CO.ID, VICTORIA -- Masalah tunawisma membahayakan pendidikan ribuan anak di seluruh Victoria, Australia. Demikian peringatan yang diterbitkan oleh organisasi induk pengelola tunawisma di Victoria.
Dewan Warga Tunawisma Victoria mengatakan data baru menunjukkan hampir 11 ribu siswa mencari bantuan dari layanan tunawisma dalam satu tahun terakhir. Lembaga tersebut saat ini mendesak Pemerintah Victoria dan federal mendedikasikan lebih banyak dana guna memperbaiki pendidikan anak-anak yang tidak memiliki rumah.
Direktur eksekutif dewan warga tunawisma Jenny Smith mengatakan angka tahun lalu lalu juga naik 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. "Apa yang kami lihat setiap tahun adalah terjadinya peningkatan pada orang-orang yang mendatangi layanan dukungan tunawisma kami untuk meminta bantuan. Dan saya berharap angka-angka itu bisa membeberkan tingkat masalah ini di seluruh Australia,” kata Jenny Smith.
Dia mengatakan kekerasan dalam keluarga dan keterjangkauan perumahan merupakan dua faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan tersebut. "Kami melihat semakin banyak keluarga berpenghasilan rendah, dalam tekanan sewa, mereka terancam tidak memiliki rumah dan jatuh menjadi tunawisma hanya karena mereka tidak mampu memiliki rumah tempat bernaung," katanya.
Mim, seorang korban kekerasan keluarga, telah diterpa berkali-kali masalah tunawisma saat membesarkan tiga anak. "Ayah saya sangat kasar, dan yang menjadi masalah terkait ayah saya adalah dia sangat kasar, ketika saya memasuki hubungan yang kasar, saya tidak menyadari bahwa itu merupakan kondisi yang penuh kekasaran untuk saya jalani," katanya.
Dia dan keluarganya tidur di mobil, berpindah-pindah tidur menumpang di sofa dari satu teman ke teman lain, tinggal di motel, dan berpindah-pindah melalui berbagai penyewaan rumah yang berbeda. "Anak sulung saya mengatakan ia telah bersekolah di 13 sekolah, dan tidak satu pun dari anak saya yang menyelesaikan sekolah menengah atas," katanya.
"Salah satu anak laki-laki saya ingin menjadi pakar palaeontologi, namun sayangnya dia tidak menyelesaikan sekolah sehingga tingkat akademik mereka yang berarti peluang pekerjaan mereka menjadi jauh lebih berkurang,” katanya.
Mim mengatakan kurangnya dukungan yang diterima anak-anaknya secara akademis telah membuat dia merasa bersalah. "Saya sebenarnya merasa hancur," katanya. "Saya merasa seperti sebuah kegagalan karena mereka adalah orang-orang yang sangat cerdas, tapi untuk kehidupan mereka, hal-hal yang telah saya hadirkan dalam hidup mereka dan telah terjadi pada mereka."
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.