REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Untuk pertama kalinya dalam sejarah akan ada dua konsul jenderal perempuan dari Indonesia yang ditempatkan di Australia. Mereka adalah Spica Alphanya Tutuhatunewa yang menjadi Konsul Jenderal untuk Victoria dan Tasmania dan Dewi Gustina Tobing menjadi Konjen Australia Barat.
Spica Tutuhatunewa menggantikan Dewi Savitri Wahab yang sebelumnya juga menjadi perempuan Indonesia pertama yang menjadi Konjen di Victoria berkedudukan di Melbourne. Sedangkan Dewi Tobing menggantikan Ade Sarwono menjadi konjen perempuan pertama di Perth.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi melantik Spica Tutuhatunewa dan Dewi Tobing bersama dengan para pejabat baru lainnya, Jumat (12/1) di Jakarta. Dilantik juga dua pejabat baru untuk Australia, yaitu Heru Hartanto Subolo sebagai Konjen untuk New South Wales, Queensland dan Australia Selatan di Sydney dan Dicky Djukarja Soerjanatamihardja sebagai Konsul RI di Darwin (NT).
Kepada ABC, Spica Tutuhatunewa sebagai Konjen Victoria dan Tasmania mengatakan, tugasnya di Melbourne, Victoria akan difokuskan pada kemitraan dengan masyarakat Indonesia yang menetap di sana. “Dengan jumlah masyarakat dan mahasiswa Indonesia yang cukup besar di Victoria dan Tasmania, maka kemitraan dengan masyarakat Indonesia di sana menjadi sangat penting dalam tugas saya nanti,” ujarnya.
Meski tak menampik banyaknya peluang multisektor yang bisa dimanfaatkan dalam kerjasama Indonesia-Australia, menurut Spica, bidang pendidikan dan interaksi yang melibatkan masyarakat dua negara secara langsung masih menjadi tumpuan.
“Kerja sama pendidikan, people to people contact menjadi kepentingan bersama yang masih berpeluang besar untuk dikembangkan,” ujar lulusan Universitas Indonesia ini.
Ketika ditanya tentang seberapa penting interaksi di level masyarakat dalam mendukung kerjasama di bidang lain, ia menjawab, “Menurut pandangan saya, hubungan baik di tingkat masyarakat, itu adalah modal penting untuk pengembangan kerjasama dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, bisnis, dan lain-lain," ujarnya.
Sebelumnya, diplomat asal Ambon ini bertugas sebagai Direktur Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) di Jakarta. Selain Spica, diplomat perempuan lain adalah Dewi Gustina Tobing yang akan bertugas di Perth sebagai Konjen Australia Barat. Ross Taylor dari dari Indonesia Institute di Perth menyambut baik pengangkatan Dewi Tobing sebagai Konjen perempuan pertama asal Indonesia di negara bagian tersebut.
"Pengangkatan seorang perempuan bagi jabatan senior di bidang diplomatik bukanlah hal yang aneh bagi Indonesia, sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, dan juga sudah memilih presiden perempuan, dan dimana banyak perempuan sudah pernah memegang jabatan penting dan bekerja di parlemen, di masyarakat dan di dunia bisnis." kata Taylor dalam rilis yang diterima ABC.
Tugas pelayanannya di Australia meliputi wilayah negara bagian Queensland, Australia Selatan dan New South Wales. Sepakat dengan penuturan Spica, Heru juga memandang people to people contact sebagai elemen penting dalam hubungan dua negara bertetangga ini.
“Kita kan tahu Australia adalah mitra yang sangat penting bagi Indonesia, tak hanya secara geografis tapi juga secara historis. Lagipula mau tak mau Australia memang tetangga dekat kita, jadi people to people contact termasuk salah satu pilar dalam meningkatkan hubungan kedua negara.” terang alumnus Universitas Padjajaran ini.
Ia berencana memanfaatkan peluang besar di bidang pendidikan dan diaspora Indonesia di Australia sebagai faktor pendukung tugasnya. “Saya tak hanya berbicara soal jumlah, tapi juga kualitas. Misalnya kita bisa menggunakan diaspora Indonesia untuk peningkatan hubungan dagang “ ujar diplomat yang sebelumnya bertugas sebagai Kepala Biro Hukum, Administrasi dan Perwakilan ini.
Diplomat Indonesia lainnya yang akan bertugas di Australia adalah Dicky Djukarja Soerjanatamihardja. Pria yang sebelumnya bertugas di Konjen RI di Sydney sebagai Konsul Ekonomi ini akan menempati pos baru sebagai Konsul RI di Darwin. Meski Darwin adalah kota yang secara geografis paling dekat dengan Indonesia, ia tak memungkiri bahwa selama ini wilayah di ujung utara Australia itu kurang mendapat eksposur.
“Padahal di sana, hubungan dagang Indonesia-Australia terjalin kuat. Pengiriman ternak sapi, yang masih sangat penting, banyak dilakukan dari pelabuhan NT (Wilayah Utara Australia),” jelasnya kepada ABC.
Ia mengatakan, peningkatan hubungan dagang kedua negara tak harus dilakukan dalam satu arah. “Kalau pengusaha Indonesia bisa masuk ke Australia, kenapa tidak?” sebutnya.
Dicky menggantikan Andre Omer Siregar, yang sekarang menjadi Direktur Kerja Sama Intrakawasan dan Antar Kawasan Asia Pasifik dan Afrika.