REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejumlah pengacara dan advokat kesehatan di Australia mengatakan peraturan-peraturan lokal dan pembatasan untuk membatalkan kehamilan yang tak diinginkan atau direncanakan membuat keadaan lebih buruk dari sekedar pengalaman traumatis.
Di Cairns, Queensland, sejumlah perempuan yang hendak membatalkan kehamilan harus pergi di Sydney. Sementara perempuan-perempuan di Tasmania perlu ke Melbourne untuk mendapatkan layanan publik terdekat. Keadaan ini telah membuat desakan nasional bagi rumah sakit umum di seluruh negara bagian Australia untuk melakukan operasi aborsi.
Di masing-masing enam negara bagian dan dua kawasan Australia, aturan membatalkan kehamilan lewat aborsi sangatlah berbeda jauh. Di Queensland dan New South Wales, aborsi masih dianggap tindak kejahatan.
Sementara di Tasmania, aborsi adalah hal yang legal, tetapi sejak bulan Desember 2017, kebanyakan pasien yang tidak memiliki asuransi privat tidak dapat melakukan operasi di negara bagian tersebut.
Susan Fahey, pengacara dari Tasmanian Women's Legal Service di Hobart, mengatakan para perempuan yang hendak membatalkan kehamilannya perlu terbang ke Melbourne dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan dapat diganti oleh Departemen Kesehatan Australia.
"Jika Anda tinggal di kawasan pedesaan, atau dalam ikatan hubungan yang penuh kekerasan, atau tidak bisa selesaikan masalah dan pergi ke Melbourne, atau tidak punya dana untuk melakukannya, semua sistem yang ada saat ini sangatlah cacat dan perlu diperbaiki sekarang juga."
Menurut Susan, Tasmania sudah melakukan aborsi di rumah sakit umum dalam keadaan terbatas, seperti jika kehamilan mengancam kesehatan ibu atau saat janin tidak akan bertahan setelah lahir nantinya. "Ini masuk akal, hingga ada pemberi layanan lain bisa melakukannya di negara bagian lain, dimana rumah sakit mulai melakukan prosedurnya," katanya.
Ia juga menjelaskan di rumah sakit umum, aborsi sebenarnya prosedur yang legal yang bisa dilakukan jika tidak ada pilihan lain, yang saat ini tidak ada pilihan-pilihan lain yang tersedia.
Sementara itu Robyn Wardle mengatakan situasi di Tasmania soal aborsi sangat buruk. Ia tak percaya jika perempuan-perempuan harus sampai terbang ke negara bagian lain.
"Saya mendapatkan sangatlah sulit untuk dimengerti mengapa kita tidak bisa, sebagai negara yang kecil, harusnya ada aturan yang sama untuk prosedur tertentu di seluruh negara bagian," ujar Robyn, CEO Northern Territory Family Planning Welfare Association.
Tahun ini Robyn menerima penghargaan Citizen of the Year di kota Darwin, karena memimpin penuntutan perubahan undang-undang pembatasan aborsi di Kawasan Australia Utara, hingga akhirnya diubah tahun lalu. "Australia sangat perlu untuk membicarakan masalah ini secara terbuka. Saya tahu ada banyak tekanan, tapi kita tetap harus membahasnya."
Artikel ini disadur dari wawancara bersama Susah Fahey dan Robyn Wardle bersama Stephen Smiley untuk program AM dari ABC Radio. Dengarkan wawancara selengkapnya disini.