REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Dalam 24 jam terakhir, foto yang menunjukkan perempuan Iran melepas jilbab mereka telah beredar luas. Sejumlah perempuan muda Iran berdiri dengan bangga tanpa penutup kepala di jalanan Iran, melepas jilbab mereka.
Aksi mereka itu berarti melanggar hukum negara itu yang ketat yang memerintahkan para perempuan menutup rambut mereka. "Mereka mempertaruhkan kebebasan mereka, mereka juga mengekspos diri mereka untuk disakiti dan mendapat perlakuan kasar lainnya oleh polisi dan petugas paramiliter lainnya di Iran yang menegakkan peraturan memakai jilbab bagi para perempuan," kata Raha Bahraini, peneliti organisasi Amnesty International di Iran, yang mengamati penyebaran foto aksi protes tersebut.
"Kampanye ini telah menarik perhatian dan saya yakin media sosial telah memberi para perempuan ini kesempatan menyuarakan keinginan mereka dan menunjukkan bahwa mereka tak lagi menerima degradasi semacam ini," katanya.
Fenomena ini dimulai sejak lima pekan lalu, yakni pada 27 Desember, ketika seorang perempuan muda difoto tengah berdiri di atas kotak listrik di jalanan Teheran yang sibuk. Rambut panjangnya tergerai di atas bahu sementara pandangannya lurus ke depan, sambil mengibarkan jilbab putih.
Bahraini mengatakan, ia menerima laporan petugas penegak hukum telah menahan perempuan itu di lokasi dan memindahkannya ke pusat penahanan terdekat. "Tak ada informasi tentang nasibnya atau keberadaannya yang diumumkan secara publik. Dan ini memicu kekhawatiran tentang keselamatan dan kesejahteraannya," kata Bahraini.
Compulsory hijab is an unnatural system enforced by the Islamic Republic. It has never worked. It will never work. And these women will win.#Iranprotests #دختران_خیابان_انقلاب pic.twitter.com/6SmNqyJ0VA
— Saman Arbabi (@SamanArbabi) January 30, 2018
Setelah foto itu tersebar dengan cepat, para aktivis meluncurkan sebuah kampanye dengan tanda pagar #whereisshe (di mana dia berada) -menuntut otoritas Iran mengungkap nasib perempuan muda -yang kemudian diidentifikasi bernama Vida Movahed, ibu dari bayi 19 bulan yang berusia 31 tahun -itu.
Bahraini mengatakan, Movahed baru dibebaskan pada Ahad (28/1) lalu setelah sebulan ditahan. Amnesty International masih memantau kasus itu karena ia masih berisiko mengalami penuntutan hukum.
"Kami mendesak otoritas Iran mencabut tuduhan apa pun yang sudah dijatuhkan kepadanya. Di bawah hukum pidana Islam di Iran, setiap tindakan yang dianggap melanggar kepatutan publik dihukum dengan hukuman penjara 10 hari sampai dua bulan, atau 74 cambukan," ujar Bahraini.
Nasrin Sotoudeh, pengacara yang berbasis di Teheran dan aktivis hak asasi manusia, berada di garis depan dari upaya untuk mempublikasikan nasib buruk yang dialami Movahed. Ia mengatakan, para perempuan di Irak ingin memiliki kendali atas tubuh mereka sendiri.
"Kami meminta kerja sama masyarakat membantu menyelesaikan masalah ini," sebutnya.
Sejak pembebasan Movahed, ada gelombang serupa dari para perempuan muda di media sosial yang menyusul jejaknya dan foto-foto seperti itu kini menyebar dengan sangat cepat. "Saya kagum akan tekad dan keberanian mereka," kata Golnaz Esfandiari, jurnalis Iran yang tinggal di pengasingan dan bekerja sebagai koresponden senior untuk Radio Free Europe.
"Banyak orang mencoba meremehkan hal itu, dengan mengatakan, Anda tahu, ini bukan masalah bagi perempuan Iran. Tapi sebagai perempuam yang tumbuh di Iran, saya bisa katakan bahwa ini adalah masalah besar. Banyak perempuan Iran muak dengan peraturan jilbab ini dan sekarang kami melihat mereka turun ke jalan," katanya.
Nasib para pemrotes yang mengikuti jejak Movahed belum jelas, tapi Sotoudeh melaporkan, setidaknya satu orang telah ditangkap di lokasi. Esfandiari mengatakan demonstrasi tersebut berlangsung bersamaan dengan demonstrasi antirezim yang lebih luas yang terjadi di 80 kota Iran pada Desember ketika lebih dari 1.000 orang ditangkap dan 25 terbunuh.
"Faktor ketakutan sudah hilang untuk beberapa orang di dalam negeri dan mereka sangat frustrasi sehingga mereka tidak takut lagi untuk turun ke jalan dan melakukan demonstrasi di depan umum," ungkapnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
