Kamis 01 Feb 2018 13:13 WIB

Tentara Filipina Menangkap Pemimpin Gerilya Komunis

Rafael Baylosis bersama seorang temannya berusaha melarikan diri.

Pasukan Kelompok Pemberontak Mois (Komuns) di Filipina.
Foto: Straittimes.com
Pasukan Kelompok Pemberontak Mois (Komuns) di Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA (REUTERS) - Pasukan keamanan Filipina menahan kepala sayap bersenjata Gerakan Komunis. Hal ini menyusul perintah Presiden Rodrigo Duterte untuk menargetkan pemimpin gerilya setelah perundingan damai ambruk. Keterangan itu dikataan pengacara polisi dan pengacara hak asasi manusia, Kamis (1/1).

Rafael Baylosis bersama seorang temannya berusaha melarikan diri dari agen intelijen tentara dan polisi yang mengikuti mereka. Keduanya kemudian terpojok pada Rabu sore di distrik pusat ibukota serti sebuah laporan polisi yang dilihat oleh Reuters yang dilansir straitstimes.com

Penangkapan Baylosis adalah hasil karya k intelijen dan operasi pengawasan. “Mereka ditangkap setelah mendapat kabar dari penduduk di Quezon City,” kata John Bulalacao, juru bicara kepolisian nasional Filipina.

"Baylosis diyakini sebagai sekretaris bertindak Tentara Rakyat Baru (NPA)," kata Bulalacao. Ia merujuk pada pasukan gerilya beranggotakan 3.000 orang yang melakukan perang yang berlarut-larut di daerah pedesaan selama hampir 50 tahun.

Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 40.000 dan pertumbuhan kerdil di daerah miskin. Namun wilaah itu punya kaya sumber daya di negara Filiina seperti tambang dan perkebunan. Baylosis adalah pemimpin pemberontak pertama yang ditangkap setelah Filipina mengakhiri proses perdamaian dengan pemberontak komunis akhir tahun lalu.

Para pendukung hak asasi manusia dan aktivis sayap kiri diperkirakan akan melakukan demonstrasi pada hari Kamis di depan markas besar kepolisian nasional Filipina. Tujuannya terbaca untuk mengecam penangkapan tersebut dan menuntut pembebasan Baylosis karena dia diliputi oleh kekebalan yang dikeluarkan oleh negara.

"Tuduhan palsu harus dihentikan," kata Renato Reyes, sekretaris jenderal kelompok aktivis Bayan (Nation), dalam sebuah pernyataan. "Daripada menganiaya konsultan perdamaian, Duterte harus melanjutkan pembicaraan damai mengenai agenda substantif yang paling penting, ” ujarnya lagi.

’Tangan politik’ pemberontak yakni National Democratic Front (NDF), memprotes penangkapan tersebut yang  digambarkan sebagai "ilegal" dan "pelanggaran mencolok" atas jaminan keselamatan. Ini karena Baylosis mereka anggap adalah konsultan perundingan damai.

Pada bulan Agustus 2016, Baylosis adalah bagian dari 18 pemimpin pemberontak yang dibebaskan dengan jaminan dan diizinkan untuk pergi ke Belanda untuk mengambil bagian dalam perundingan damai. Dia menghadapi tuduhan pembunuhan setelah tentara menemukan pada tahun 2006 sebuah kuburan massal yang terdiri dari 15 tersangka mata-mata pemerintah yang terbunuh di Filipina tengah.

Pada bulan November, Duterte mengakhiri pembicaraan damai intermiten dengan pemberontak pimpinan Maois dan menganggap mereka teroris. Akibatnya permusuhan terus berlanjut selama negosiasi, terutama setelah Duterte memerintahkan pasukan keamanan untuk mengejar pemimpin gerilya.

sumber : straitstimes.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement