REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kediaman pemimpin de fakto Myanmar Aung San Suu Kyi dilempari bom oleh orang tak dikenal. Kepolisian setempat mengatakan, bahan peledak yang dilemparkan ke rumah Suu Kyi merupakan bom jenis molotov.
Seperti diwartakan South China Morning Post, Kamis (1/2) peristiwa pelemparan bom tersebut terjadi pada pagi hari waktu setempat. Bom dilempar oleh orang tak dikenal yang terlihat berlari menjauhi rumah setelah melempar bahan peledak tersebut.
Beruntung Suu Kyi sedang tidak ada di kediamannya saat itu. Juru Bicara pemerintah Zaw Htay mengatakan Suu Kyi tengah berada di Naypyidaw saat peristiwa terjadi. Dia mengungkapkan, dalam sebuah rekaman kamera terlihat bom dilempar oleh pelaku yang diidentifikasi sebagai seorang laki-laki.
Kepolisian hingga saat ini masih memburu pelaku pelemparan bom tersebut. Pihak berwenang juga belum menetapkan satu pun tersangka atas peristiwa itu.
Aparat juga masih belum mengetahui motif dibalik serangan yang dilakukan pelaku. Akibat peristiwa itu, kediaman Suu Kyi mengalami luka ringan. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi saat menghadiri pembukaan KTT ASEAN ke-31 di Manila, Filipina.
Sementara, rumah yang dilempari bom itu merupakan tempat tinggal Suu Kyi saat dirinya menjadi tahanan rumah selama beberapa tahun. Militer lantas segera membentengi kawasan di luar rumah Suu Kyi segera setelah serangan tersebut terjadi.
Suu Kyi, sempat menjadi sasaran pembunuhan pada 1996 yang didalangi sebuah faksi militer. Dia dan wakil pemimpin partainya saat itu tengah berada disebuah iring-iringan mobil saat melintasi jalan terpencil di utara Myanmar.
Saat itu, rombongan diserang oleh sekitar 200 preman yang menyerbu hingga menghancurkan mobil. Beruntung sopir dapat meloloskan kendaraan yang ditumpangi Suu kyi dari serangan tersebut. Meski demikian, beberapa pendukung yang ada di mobil lain terbunuh.
Belakangan, Suu Kyi tengah mendapat kritik dari dunia Internasional terkait konflik Rohingya. Perempuan 72 tahun itu dinilai tidak berbuat banyak untuk menyudahi genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap minoritas muslim di negaranya.
Lebih dari 600 ribu warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari tindakan brutal militer Myanmar. Sejumlah laporan dari aktivis dan korban selamat mengatakan jika militer melakukan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran selama operasi militer berlangsung.