Kamis 08 Feb 2018 10:03 WIB

WNI Dirayu Pulang, Begini Tanggapan Diaspora RI di Australia

Darmin Nasution sempat melontarkan wacana pemberian insentif kepada diaspora RI.

Diaspora Indonesia di Australia tanggapi rencana pemberian insentif.
Foto: ABC
Diaspora Indonesia di Australia tanggapi rencana pemberian insentif.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Akhir Januari lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia (RI), Darmin Nasution, sempat melontarkan wacana pemberian insentif kepada diaspora Indonesia di luar negeri yang bersedia pulang dan bekerja di tanah air. Rencana ini ditanggapi beragam oleh beberapa diaspora RI di Australia atau mantan diaspora yang sudah kembali ke tanah air.

Iming-iming jabatan ternyata bukanlah faktor utama bagi diaspora agar bersedia pulang. Tahun lalu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2017 tentang Fasilitas Bagi Masyarakat Indonesia di Luar Negeri. Dalam Perpres ini diatur mengenai pemberian Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN) kepada masyarakat Indonesia di luar negeri yang memenuhi persyaratan dan kriteria tertentu sepanjang tidak memiliki masalah hukum dengan pemerintah Indonesia.

Tahun ini, Pemerintah RI kembali berencana memberi fasilitas baru bagi masyarakat Indonesia di luar negeri (diaspora), baik mereka yang masih berstatus sebagai warga negara (WNI) atau sudah bukan warga negara, Upaya ini dilakukan agar para diaspora bersedia pulang dan bekerja sebagai tenaga ahli di tanah air.

Kepada ABC, Kementerian Perekonomian RI membenarkan rencana insentif bagi diaspora tersebut. “Yang lagi dibahas saat ini untuk yang talent digital karena kita kekurangan tenaga ahli di bidang tersebut. Untuk bidang lainnya juga akan diberikan tetapi bertahap,” jelas Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian RI Yulius lewat pesan teks.

ABC kemudian berbicara dengan beberapa diaspora RI di Australia mengenai rencana tersebut. Salah satunya adalah Adi Suryawiraman yang telah menetap di Australia selama lebih dari 14 tahun.

Menurut Adi, jika Pemerintah RI ingin menarik perhatian diaspora agar bersedia pulang, maka mereka harus melakukan upaya khusus. “Kalau Pemerintah ingin membuat para diaspora untuk kembali ya harus menyediakan apa-apa yang para diaspora tersebut dapatkan di negara lain. Setiap orang mempunyai alasan yang berbeda-beda soalnya,” ujar pria yang menetap di Perth ini.

Lebih lanjut diaspora yang berprofesi sebagai insinyur sipil pertambangan ini mengatakan, jabatan mungkin menggiurkan bagi sebagian orang, meski bagi sebagian lainnya, jabatan tidak terlalu penting. “Dan sebenernya banyak hal lain yang menyebabkan kenapa banyak teman-teman diaspora yang memutuskan menetap, contohnya pendidikan anak, jaminan kesehatan dari pemerintah dan lain-lain,” katanya.

Ia menuturkan, pendekatan yang mungkin paling mudah adalah lewat penawaran gaji. “Kalau saya termasuk yang "wani piro (berani bayar berapa)" itu tadi (tertawa). Idealnya jadi ekspatriat di negara sendiri,” sebut alumnus Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini.

Adi sendiri sempat bekerja di Indonesia pada periode 2010-2012, tepatnya di sektor pertambangan bersama perusahaan asal Australia. Dari pengalaman itu, ia mengetahui adanya faktor ketidakpastian hukum dalam dunia profesional di tanah air.

“Hal yang seperti ini juga salah satu penyebab kenapa banyak teman-teman diaspora "malas" pulang. Salah satu enaknya kerja di sini itu benar-benar profesional. Kalau kerja nggak perlu mikir faktor-faktor "x" lain, maksudnya nggak perlu takut bos marah, kalau kita benar ya kita bisa argue (mengeluarkan pendapat) sama bos kita,” ujarnya.

Ia lalu menambahkan, “Mereka bos cuma di lingkungan kerja saja, di luar itu ya seperti teman biasa, nggak perlu mikir harus ngasih upeti sana sini, kalau proyek sudah ada izin ya sudah bisa jalan, nggak akan ada aparat" yang mengganggu".

Sedikit berbeda dengan Adi, Rangga Daranindra -diaspora RI di Darwin -menilai rencana pemberian insentif ini sebagai inisiatif yang baik dari pemerintah RI. “Terutama sekarang sudah semakin banyak orang yang tertarik untuk pindah ke luar negeri (khususnya golongan muda). Jadi ya wajar pemerintah berusaha tarik pulang anak bangsa yang sudah berprestasi di luar guna membantu bangun negara,” kata pria yang telah menetap di Australia selama 8 tahun ini.

Meski demikian, diaspora yang bekerja sebagai staf keuangan senior ini memandang langkah tersebut kurang tepat.

Rangga di Darwin
Rangga (kanan) telah menetap di Australia selama 8 tahun. Facebook; Rangga Daranindra

“Terus terang nggak adil kalau para Diaspora pulang, langsung dijanjikan posisi ‘ahli’. Memangnya karena mereka mampu sekolah atau pindah keluar negeri berarti mereka lebih cerdas daripada saudara-saudara yang tidak?” ujar alumnus Universitas Charles Darwin ini.

Ia justru berpendapat, membangun tanah air bukan berarti harus tinggal di Indonesia. “Mereka yang berprestasi di luar negeri juga berperan aktif. Banyak sekali saudara-saudara di sini yang sudah memegang posisi tinggi di pemerintahan.. bahkan juga banyak yang punya bisnis sendiri,” katanya.

Rangga mengatakan, saat ini, nama Indonesia di luar negeri semakin baik, dan itu sebagian besar berkat peran diaspora. “Yang saya harap justru pemerintah fokus ke saudara-saudara yang ada di Tanah Air. Banyak dari mereka yang jauh lebih cerdas, tekun dan jujur dari kami yang di luar. Berilah mereka kesempatan kerja, pelatihan dan pendidikan yang baik. Hargailah mereka. Karena bila tidak, bisa-bisa mereka juga ikut pindah keluar,” ujarnya.

ABC juga berbicara dengan mantan diaspora RI di Australia yang kini sudah kembali pulang. Ia adalah Tri Mulyani Sunarharum, mantan mahasiswa doktoral di Queensland.

Yani, begitu ia akrab disapa, memuji langkah Pemerintah RI tersebut. “Selama ini sudah banyak diaspora Indonesia yang memiliki kapasitas, talenta, dan kualitas kelas internasional namun ketika akan kembali ke Indonesia dan berkiprah, tidak ada yang mau dan bisa menerima atau mungkin bidang yang ditekuni di luar negeri masih belum berkembang di Indonesia jadi tidak ada lahan untuknya dapat berkontribusi,” katanya.

Ia lalu menuturkan pengalaman pribadinya selepas berkuliah di Australia. “Seperti pengalaman yang saya alami sekarang, diaspora pasti senang bila bisa mengaplikasikan ilmu dan keahliannya secara langsung di Indonesia, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat dan bagi pembangunan di Indonesia.”

Yani bersyukur bidang kerja yang ia jalani sekarang sesuai dengan latar belakang pendidikannya di Australia. “Latar belakang pendidikan saya di bidang Perencanaan Wilayah dan Kota. S3 saya di Australia lebih mendalami bidang Disaster Resilience dan Collaborative Planning. Nah saat ini saya kerja jadi Program Manager di Resilient Jakarta Secretariat yang bertugas membuat Strategi Ketahanan Kota Jakarta.”

alumnus Australia
Tri Mulyani Sunarharum mendapatkan pekerjaan yang sesuai latar belakang studinya di Australia. Facebook; Tri Mulyani Sunarharum
 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/rayu-wni-di-luar-untuk-pulang-begini-tanggapan-diaspora-ri-di/9406492
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement