REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte, mempersilakan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menjalankan penyidikan terhadapnya atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia mengatakan, lebih memilih menghadapi regu tembak daripada dipenjara.
Namun, Duterte mempertanyakan apakah ICC memiliki wewenang untuk mendakwa dirinya atas kematian ribuan warga Filipina dalam perang yang dilancarkannya untuk memberantas narkoba. Presiden Filipina itu membantah pernah memberikan perintah kepada kepolisian untuk membunuh para tersangka penjahat narkoba.
Jaksa ICC Fatou Bensouda mengatakan, Kamis, pemeriksaan awal dilakukan untuk melihat kemungkinan apakah ICC memiliki wewenang untuk menyelidiki perang antinarkoba Duterte dan apakah kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi.
"Saya ingin mendapat kesempatan langka itu, berbicara dengan Anda. Hanya kita berdua di dalam ruangan," kata Duterte dalam acara jumpa pers, mengacu pada Bensouda.
"Saya sambut. Kalau Anda ingin menganggap saya bersalah, silakan. Ya sudah. Cari negara yang menghadapkan orang dengan regu tembak dan saya siap."
"Kalau Anda ingin membawa saya ke dari satu persidangan ke persidangan lainnya yang penuh omong kosong, tidak perlu itu. Jalankan saja investigasi Anda. Tentunya, saya dinyatakan bersalah. Anda bisa lakukan itu," katanya, Sabtu (10/2).
Sekitar 4.000 warga Filipina, yang sebagian besar dari kalangan miskin perkotaan, terbunuh oleh polisi dalam perang antinarkoba, yang digagas Duterte dan telah mengkhawatirkan masyarakat internasional itu.
Pemeriksan merupakan langkah pertama yang dilakukan jaksa ICC ketika harus mempertimbangkan apakah situasi di suatu negara anggota pada akhirnya bisa mengarah pada dakwaan. Proses tersebut bisa memakan waktu bertahun-tahun. Yang harus ditentukan adalah bahwa apakah ICC memiliki wewenang karena mahkamah internasional itu hanya bisa menyidangkan kasus kejahatan jika negara anggota tidak bisa melakukannya.
Duterte mengatakan, ia meragukan bahwa ICC memiliki wewenang untuk menjalankan misinya di Filipina karena persetujuan negara itu terhadap Undang-undang Roma ICC pada 2011 tidak pernah diumumkan dalam lembaran negara Filipina, seperti yang disyaratkan untuk dianggap sah. Duterte juga melampiaskan kemarahannya atas tuduhan pembunuhan sewenang-wenang selama perang antinarkoba yang dilancarkannya, dengan mengatakan bahwa istilah itu tidak bisa dijelaskan.
"Apa maksudnya pembunuhan sewenang-wenang. Tidak ada kriteria bagi pembunuhan sewenang-wenang, di mana pun tidak ada penjelasan soal itu," tandasnya.