REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Ratusan biksu dan aktivis Buddha berkumpul di ibukota Sri Lanka, Kolombo. Mereka berkumpul untuk menentang kerusuhan anti-Muslim, yang telah menewaskan setidaknya dua orang.
Front Bhikku Nasional mengatakan pada Jumat (10/3), bahwa mereka menggelar aksi demonstrasi diam untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai bentrokan komunal yang menghancurkan persatuan nasional. Dilansir di Aljazirah, Sabtu (10/3), para pemimpin Buddha mengecam kekerasan yang terjadi di pusat Distrik Kandy tersebut.
Sejumlah pengguna media sosial di Sri Lanka juga memasang foto di Twitter, yang menunjukkan bahwa para biksu Buddha mendatangi masjid-masjid selama pelaksanaan shalat Jumat untuk mengungkapkan solidaritas mereka. Sementara itu, lingkungan Muslim yang dilanda kekerasan di kota Kandy telah mulai kembali tenang. Banyak toko dibuka kembali, karena adanya penjagaan dari tentara yang sebagian besar mengakhiri serangan massa Buddha Sinhala.
Kekerasan komunal yang dimulai pada Ahad (4/3) pekan lalu, ketika seorang pria dari mayoritas Sinhala dipukuli sampai mati oleh pria Muslim karena kecelakaan lalu lintas di kota Teledeniya di Kandy. Keesokan harinya, ratusan umat Buddha Sinhala berkumpul di distrik tersebut dan menyerang puluhan tempat usaha Muslim, rumah dan masjid. Banyak bangunan dibakar dalam penyerangan itu.
Pemerintah kemudian mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan jam malam para Rabu (7/3) lalu. Di samping, mengerahkan tentara untuk mendukung polisi yang melakukan patroli.
Sebelumnya pada Kamis (8/3) waktu setempat, polisi mengatakan bahwa dalang utama kerusuhan tersebut telah ditangkap bersama 145 orang lainnya. Pelaku yang dicurigai pemimpin kerusuhan anti-Muslim itu bernama Amith Weerasinghe, seorang pria Sinhala yang dikenal karena aktivisme dan unggahannya di media sosial yang anti-Muslim.
Sementara itu, layanan internet yang diblokir di Kandi kembali dipulihkan pada Jumat. Namun, akses ke situs media sosial seperti Facebook tetap diblokir di Sri Lanka.
Di sisi lain, Dewan Pariwisata Sri Lanka mengatakan turis asing kini aman untuk mengunjungi Kandy, yang terkenal dengan perkebunan teh dan situs Budha. Sebelumnya, Ranil Wickremesinghe, perdana menteri Sri Lanka, mengatakan bahwa kerusuhan tersebut merupakan pukulan besar bagi upaya Sri Lanka untuk meningkatkan pariwisata, setelah mengakhiri perang saudara etnis selama 27 tahun antara mayoritas orang Sinhala dan minoritas Tamil.
Perang berakhir pada 2009. Sejak saat itu, perpecahan agama telah berkembang, dengan bangkitnya kelompok nasionalis Buddha yang menuduh minoritas Muslim mencuri dari kuil Buddha atau menodai mereka atau memaksa orang untuk masuk Islam.
Populasi Buddha Sinhala di Sri Lanka mencapai 75 persen dari 21 juta total populasi di negara itu. Sementara populasi Muslim hanya 10 persen di Sri Lanka.