REPUBLIKA.CO.ID, Kalangan CIA menyebut penjara rahasia Amerika Serikat di Thailand sebagai "Detention Site Green". Namun bagi para penghuninya fasilitas tersebut sangatlah silau.
Menurut Steve Coll dalam buku Directorate S yang mengupas dinas mata-mata Pakistan, ada empat lampu halogen yang secara menyolok menyoroti dinding putih tempat tahanan itu selama 24 jam setiap harinya. Laporan suratkabar Washington Post menyebut, tersangka teroris Abu Zubaydah pernah dikurung dalam kotak berukuran peti mati selama ratusan jam dan mengalami penyiksaan dengan siraman air sebanyak-banyaknya ke wajahnya sampai dia pingsan.
"Teknik interogasi seperti menampar wajah dan membenturkan tahanan ke tembok, diterapkan bergantian, seringkali dibarengi dengan metode mengurangi tidur dan menelanjangi tahanan," demikian disebutkan laporan Senat AS pada 2014.
Kini, keberadaan lokasi interogasi tersebut di Thailand kembali menarik perhatian setelah Presiden Donald Trump menominasikan Gina Haspel sebagai derektur baru Central Intelligence Agency (CIA). Gina Haspel secara luas diketahui bertanggung jawab mengawasi operasi di penjara rahasia dengan kode Cat's Eye tersebut.
"Gina Haspel... pernah beberapa saat mengelola sebuah penjara rahasia CIA dimana tersangka teror Abu Zubayadah dan Abd al-Rahim al-Nashiri ditahan tahun 2002," demikian dikatakan kalangan intelijen AS, baik yang masih menjabat maupun yang sudah mantan, kepada kantor berita AP.
Masih tetap rahasia
Bahkan sampai sekarang, lokasi penjara tersebut di Thailand masih tetap menjadi rahasia. Sejumlah laporan berspekulasi bahwa lokasinya tak jauh dari Bangkok. Yang lainnya mengklaim berada di stasiun pemancar radio gelombang pendek untuk Radio Voice of America di Udon Thani, di utara Thailand.
Belakangan ketika hal ini mulai terungkap, pemerintah dan pihak militer Thailand menyatakan sama sekali tidak mengetahui adanya penjara rahasia tempat penyiksaan tahanan tersebut. Sebagian besar informasi keberadaan lokasi Cat's Eye bersumber dari laporan Komite Intelijen Senat AS 2014. Dokumen ini berisi 528 kata, sebagiannya diedit, yang isinya mengkritik taktik dan hasil interogasi yang dilakukan CIA.
Laporan Senat AS ini tidak secara eksplisit menyebut Thailand sebagai lokasinya, menyebutnya "Negara [DIEDIT]", namun Washington Post menulis, "Rincian lainnya dalam laporan ini ... membantu menunjukkan lokasi penjara rahasia".
Rincian teknik interogasi juga dijelaskan dalam laporan tahun 2007 oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Lokasi penjara di Thailand tersebut dilaporkan dibangun tergesa-gesa setelah penangkapan Abu Zubaydah di Pakistan pada bulan Maret 2002.
Abu Zubaydah lahir di Arab Saudi dan dibesarkan di Tepi Barat yang disengketakan Israel dan Palestina, sebelum bergabung dengan mujahidin di Afghanistan. Dia diyakini sebagai pembantu dekat Osama bin Laden, terlibat dengan kamp pelatihan Al Qaeda, kontra intelijen dan sejumlah serangan teroris.
Menurut surat kabar lainnya, The Washington Times, penangkapan Abu Zubaydah memicu keputusan mendesak mengenai penempatan "tahanan bernilai tinggi" - di tempat yang jauh dari para pengacara AS atau Palang Merah. Pilihan Thailand untuk "tempat gelap" pertama pasca-9/11 sangatlah dirahasiakan.
"Keputusan tersebut dicapai tanpa masukan dari Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, Departemen Luar Negeri, Dubes AS di Thailand atau bahkan pimpinan CIA di negara tersebut," tulis wartawan Greg Miller dan Adam Goldman dalam artikel Washington Post tahun 2014.
Presiden George W Bush menyetujui lokasi di Thailand tersebut, tulis The Washington Times, namun rincian tentang lokasi lainnya dirahasiakan bahkan kepada presiden.
Penyiksaan dengan siraman air 83 kali sebulan
Hampir selama tahun 2002, Abu Zubaydah merupakan satu-satunya tahanan yang menghuni Cat's Eye. Dia menjadi kelinci percobaan Amerika terkait teknik "interogasi yang disempurnakan", yang oleh Pemerintahan Obama disebut sebagai penyiksaan.
Abu Zubaydah disiksa dengan metode waterboarding (siraman air ke wajah sebanyak-banyaknya) sampai 83 kali pada Agustus 2002. Hal itu disebutkan dalam memo asisten Jaksa Agung Steven G Bradbury kepada John Rizzo, yang menjabat sebagai penasihat umum CIA.
Waterboarding dilakukan dengan menidurkan tahanan ke lantai dengan menutupi wajahnya dengan kain, lalu menyiramkan air sebanyak-banyaknya untuk mensimulasikan situasi tenggelam.
Laporan Senat AS mengatakan bahwa interogator melakukan waterboarding ke Abu Zubaydah sampai orang ini, "menjadi tidak responsif, dan muncul gelembung dari mulutnya yang terbuka dan penuh". Menurut penyidik Senat, meskipun berbulan-bulan mengalami hal itu, Abu Zubaydah tidak pernah memberikan informasi baru yang signifikan.
"Penggunaan teknik interogasi CIA yang disempurnakan bukanlah cara efektif untuk memperoleh intelijen atau mendapatkan kerja sama dari tahanan," kata laporan Komite Intelijen Senat 2014.
Seorang tahanan kedua tiba di lokasi tersebut sekitar bulan November 2002. Dialah Abdul Rahim al-Nashiri, terduga dalang pemboman kapal perang USS Cole. Dia dilaporkan dikirim ke pusat penahanan rahasia Thailand setelah ditangkap di Dubai.
Jadi pola penyiksaan
Pada akhir 2002, surat kabar New York Times mendapatkan informasi tentang penjara di Thailand tersebut. Meskipun media ini tidak menerbitkan informasi ini, namun fasilitas rahasia tersebut kemudian ditutup pada Desember 2002 dan para tahanannya dipindahkan ke "lokasi gelap" lainnya di Polandia.
Kedua tahanan tersebut kini berada dalam penjara di Guantanamo Bay.
Rekaman video interogasi mereka selama di Thailand dilaporkan telah dihancurkan pada tahun 2005 atas perintah Gina Haspel, yang kini dinominasikan menjadi Direktur CIA. Menurut kantor berita AP, Haspel bergabung dengan CIA pada 1985 dan pernah menjadi pimpinan di berbagai pos terdepan CIA di luar negeri.
Di Washington, dia pernah menjabat beberapa posisi senior, termasuk wakil direktur National Clandestine Service dan wakil direktur National Clandestine Service for Foreign Intelligence and Covert Action. Namun, kisah program rahasia di Thailand ternyata bertahan lama setelah Cat's Eye itu ditutup.
Perancang kebijakan "interogasi yang ditingkatkan" menyebut taktik keras - yaitu penyiksaan - telah membantu mengesampingkan kemungkinan Abu Zubaydah menahan informasi. Atas dasar yang tak solid tersebut, metode brutal ini dipandang "sukses" dan, "digunakan sebagai pola serupa bagi interogasi tahanan bernilai tinggi lainnya di masa depan".
Diterbitkan oleh Farid M Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.