Senin 26 Mar 2018 16:27 WIB

Pesawat Antariksa Cina akan Jatuh ke Bumi

Pesawat jatuh diprediksi tidak terkendali.

Red: Nur Aini
Antariksa (ilustrasi)
Foto: Reuters
Antariksa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejumlah pengamat stasiun luar angkasa memprediksi Tiangong-1, stasiun luar angkasa milik Cina, yang juga dijuluki sebagai "Istana Surgawi" akan kembali ke bumi dalam bentuk bola api di akhir pekan mendatang.

Berdasarkan prediksi terakhir, Tiangong-1 akan mulai turun memasuki atmosfir planet Bumi antara 30 Maret hingga 3 April 2018, dengan kemungkinan besar pada 1 April. Tetapi ada kekhawatiran pesawat luar angkasa sebesar bus tersebut akan jatuh di luar kendali. Artinya, beberapa puing dari bola api yang menabrak Bumi akan berada 43 derajat ke arah utara dan selatan garis khatulistiwa.

Menurut Warwick Holmes, Direktur Eksekutif Kajian Teknik Luar Angkasa di University of Sydney, 70 persen kawasan dunia adalah perairan dan sebagian besar benua Australia jarang ditinggali manusia. "Semua orang berpikir mereka akan tertimpa puing-puing pesawat luar angkasa milik Cina. Saya berjanji ini tidak akan terjadi."

"Anda memiliki kemungkinan lebih besar ditabrak mobil saat menyebrang jalanan kota Sydney dibandingkan terkena reruntuhan pesawat luar angkasa Cina."

Tiangong-1 adalah milik Chinese Manned Space Agency, atau CMSA, versi yang sama dari International Space Station (ISS). Tapi berat pesawat luar angkasa milik Cina ini lebih ringan, hanya 8,5 ton dibandingkan yang dimiliki ISS yang mencapai 420 ton.

Cina meluncurkan pesawat luar angkasa pertama kali pada 2011 dan telah menyelesaikan tiga misi. Satu misi tanpa awak, dan dua lainnya dengan awak, seperti yang dijelaskan Xiaofeng Wu, pakar teknik luar angkasa di University of Sydney.

Pada 2016, CMSA mengatakan kepada badan PBB bahwa mereka telah menyelesaikan misi peluncuran pesawat luar angkasanya.Tidak lama setelah misi diselesaikan, desas-desus mulai beredar bahwa badan antariksa Cina mulai kehilangan kendali atas pesawat luar angkasanya.

"Sepertinya mereka kehilangan hubungan komunikasi dengan stasiun luar angkasa, sehingga tak ada hubungan data antara Tiangong-1," kata Dr Xiaofeng.

Dr Xiaofeng mengatakan pesawat luar angkasa tersebut direncanakan untuk keluar dari orbitnya pada September 2017, tetapi ini tidak terjadi. Jika tidak ada sambungan data, para pakar teknisi di darat tidak dapat menyalakan mesin yang berfungsi membantu mengendalikan di mana pesawat antariksa tersebut mendarat.

William Ailor, seorang pakar puing-puing ruang angkasa dari Amerika Serikat, mengatakan belum jelas apakah ada kemungkinan badan antariksa Cina masih memiliki kapasitas untuk menyalakan mesin tersebut pada menit-menit terakhir. "Kami tahu bahwa mereka tidak menjalakan motor saat pesawat ruang angkasa turun," kata Dr William, seorang pakar teknisi dari Aerospace Corporation, sebuah lembaga non-profit yang juga memberi masukan kepada lembaga ruang angkasa dan pertahanan AS.

Pesawat antariksa memasuki atmosfer sekitar 120 kilometer di atas Bumi, dengan keadaan turun. Sekitar 70 kilometer, panasnya dari masuk kembali ke atmosfir mulai melelehkan pesawat sehingga mulai terlepas, kata Dr William.

Dia mengatakan ketika pesawat ruang angkasa menuruni atmosfer, maka akan terkelupas seperti kulit bawang.

"Akan mulai melepaskan potongan-potongan dan beberapa potongan cukup ringan sehingga mengibas dengan cepat ke daratan, sama seperti panel surya. Beberapa bagian yang lebih berat akan mencapai jarak sedikit lebih jauh dan semakin terpecah."

Potongan yang mungkin tidak terkena pemanasan bahkan bisa bertahan utuh. Setelah pesawat ruang angkasa memasuki lapisan atmosfir, masing-masing bagian yang terpecah akan terbang tanpa arah yang pasti.

Tapi Dr William mengatakan, tidak ada kemungkinan zat beracun seperti hidrazin dari mesin akan bertahan dari bola api. "Kami tidak pernah menemukan bahan berbahaya apa pun," katanya soal puing-puing yang ia dapatkan di daratan dalam 40 tahun

Tiangong-1 bukan satu-satunya pesawat ruang angkasa yang berpotensi jatuh tidak terkendali ke Bumi. Pesawat antariksa yang terbesar adalah SkyLab, sebuah stasiun luar angkasa milik Amerika Serikat seberat 77 ton yang hancur di Australia Barat, tahun 1979.

Ada juga beberapa pendaratan tak terkendali baik dari kapal Rusia maupun Amerika Serikat di awal-awal eksplorasi ruang angkasa. "Sebagian besar puing berat yang jatuh kembali beberapa tahun lalu, saat kita tidak begitu hati-hati dengan mereka," kata Dr William.

Sejak itu, banyak pesawat ruang angkasa berukuran besar telah 'kembali' ke Bumi dengan terkendali. Pada 23 Maret 2001, potongan-potongan Mir, stasiun luar angkasa milik Rusia dengan berat 130 ton jatuh di kawasan selatan Pasifik, yang jadi tempat rongsokan pesawat ruang angkasa.

Di masa depan pesawat ruang angkasa ISS akan kembali ke Bumi. NASA mulai merencanakan masuknya ISS tiga tahun lalu. "ISS adalah ... sekitar 50 kali ukuran Tiangong-1," kata Dr Xiaofeng.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/tiangong-kembali-ke-bumi/9588530
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement