REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir menyelenggarakan pemilihan presiden (pilpres) pada Senin (26/3). Pejawat Abdel Fatah al-Sisi diprediksi akan kembali memenangkan pilpres dengan mudah.
Proses pemungutan suara dalam pilpres kali ini dilakukan selama tiga hari, yakni hingga Rabu (28/3). Hanya satu kandidat yang menjadi lawan Sisi, yaitu Mousa Mustafa Mousa.
Kedua kandidat ini akan bertarung memperebutkan hampir 60 juta suara pemilih tetap yang telah memenuhi syarat. Kendati belum rampung dilaksanakan, namun mayoritas suara diprediksi akan didulang oleh Sisi.
Di Heliopolis dan Zamalek, daerah elite yang mayoritas warganya mendukung Sisi, diputar lagu-lagu nasionalis menjelang dimulainya proses pemungutan suara. Para warganya menari seraya bersorak memberi dukungan kepada Sisi.
Ziena Sharif, seorang pemuda berusia 20 tahun asal Heliopolis mengatakan, dia telah membulatkan tekad memilih Sisi. "Sisi sedang mengerjakan proyek-proyek yang kita harus memberinya kesempatan untuk menyelesaiakannya," katanya.
Sharif memberi contoh tentang proyek-proyek yang tengah digarap Sisi, antara lain perluasan Terusan Suez dan pembangunan ibu kota baru di timur Kairo. "(Pembangunan) Ini pada waktunya akan meningkatkan ekonomi perekonomian orang-orang," ucap Sharif.
Di provinsi Monofiya yang terletak di utara Kairo, Sisi pun mendapat cukup banyak dukungan dari warganya. Saad Shahata, salah seorang warga di Monofiya bahkan menyeru masyarakat di sana agar datang ke tempat pemungutan suara dan memberikan suaranya untuk Sisi.
"Kami datang mendukung Presiden Sisi. Siapa pun yang tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara adalah pengkhianat," kata Shahata.
Sedangkan lawan Sisi, yakni Mousa Mustafa Mousa, tidak dipandang sebagai lawan yang sepadan. Banyak pendukung Sisi yang memandangnya sebagai calon pemimpin boneka.
Mousa sendiri memiliki perasaan inferior dalam menghadapi Sisi di pilpres kali ini. Ia mengatakan dirinya berharap Sisi dapat mengalahkannya. Namun ia menolak tuduhan yang menyebut dirinya memang sengaja dimanfaatkan hanya untuk sekadar memperlihatkan adanya persaingan.
Karena adanya dugaan demikian, komisi pemilihan umum Mesir mengatakan akan mengawasi secara ketat jalannya proses pemungutan suara. Mereka meyakinkan publik hasil pemungutan suara nanti, terlepas dari siapa pun yang menang, merupakan hasil yang adil dan transparan.
Pada awalnya, terdapat beberapa kandidat yang telah siap mencalonkan diri bertarung dalam pilpres Mesir. Namun satu per satu dari mereka mengundurkan diri dan hanya menyisakan Sisi serta Mousa.
Kandidat-kandidat yang mengundurkan diri antara lain pengacara hak asasi manusia Khalid Ali dan mantan perdana menteri Ahmad Shafiq. Mantan kepala staf tentara Mesir Sami Anan juga mencalonkan diri. Namun dia ditangkap dan ditahan pada Januari lalu karena dianggap subversif.
Sisi telah berkuasa di Mesir sejak 2013, tepatnya ketika dia memimpin aksi kudeta militer terhadap Mohammed Morsi. Pada penyelenggaraan pilpres Mesir pada 2014, Sisi menang telak dengan memperoleh hampir 97 persen suara.