REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan negaranya tidak akan bergabung dengan sekutu untuk melakukan serangan militer terhadap Suriah. Namun ia menegaskan, Jerman akan tetap mendukung sekutu Barat untuk menentang penggunaan senjata kimia di negara tersebut.
"Jerman tidak akan ikut ambil bagian, meski belum ada keputusan apa pun, dalam tindakan militer," kata Merkel setelah bertemu dengan Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen di Berlin, Kamis (12/4).
"Tetapi kami mendukung semua yang dilakukan [sekutu] untuk menunjukkan penggunaan senjata kimia tidak dapat diterima," tambah dia.
Di Dublin, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan negaranya berharap ada konsultasi terlebih dahulu sebelum sekutu Barat melakukan serangan terhadap pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Menurutnya, sekutu harus bersatu dalam masalah ini.
Sebelumnya, Merkel telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang dugaan serangan senjata kimia yang terjadi di Douma, Ghouta timur. Ia menyatakan keprihatinannya terhadap kemampuan komunitas internasional melarang digunakannya senjata semacam itu.
Pada Rabu (11/4), Presiden AS Donald Trump telah memperingatkan Rusia rudal AS akan datang ke Suriah. Ia mengecam Rusia karena telah mendukung Presiden Assad dalam melakukan serangan senjata kimia di Douma pada Sabtu (7/4) yang menewaskan puluhan orang.
"Memalukan, masih belum ada kebijakan dari Uni Eropa - atau bahkan masing-masing negara Uni Eropa - mengenai negara-negara Timur Tengah," ujar Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Jerman dan sekutu Merkel.
Roettgen mendesak Uni Eropa untuk mengembangkan kebijakan bagi Timur Tengah secara keseluruhan. "Jerman harus bekerja sama dengan negara lain untuk menyelenggarakan konferensi perdamaian Timur Tengah. Kami memiliki berbagai pilihan diplomatik," jelasnya.
Dia menyerukan pendekatan selangkah demi selangkah, yang bisa dimulai dengan akses kemanusiaan di Suriah. "Situasinya begitu terbebani dengan banyak konflik yang hanya bisa diproses secara bertahap," tambah Roettgen.
Merkel kemudian menanggapi seruan Roettgen untuk menyelenggarakan konferensi perdamaian Timur Tengah. "Kami tahu banyak hal terkait Timur Tengah, tapi sekarang kami harus menghadapi situasi yang faktanya ada banyak bukti rezim Suriah kembali menggunakan senjata kimia," ujar Merkel.
Roettgen mengatakan opsi lain adalah berbicara dengan Iran sehubungan dengan perjanjian nuklirnya pada 2015 dengan sejumlah kekuatan dunia. Perjanjian itu dikritik Trump sebagai kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan.
Menurutnya, Iran perlu memahami prospek ekonomi akan terkendala jika negara itu terus mengejar perluasan kekuasaan yang permanen di Timur Tengah. Ia menambahkan, Turki juga harus diberi tahu bahwa tidak mungkin ada surat perintah untuk perang di Suriah.
"Tetapi tidak ada negara - baik AS maupun negara-negara Eropa - yang mengambil inisiatif. Itulah hal yang memalukan di politik Barat," kata Roettgen.