Jumat 13 Apr 2018 14:45 WIB

Pemerintah Yaman Dukungan Saudi Kembali ke Kota Aden

Kota pelabuhan Aden di Yaman Selatan dipandang sebagai ibu kota sementara Yaman

Suasana di kota Aden.  (Ilustrasi)
Foto: Khaled Abdullah/Reuters
Suasana di kota Aden. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Perdana Menteri Yaman Ahmed Obeid bin Daghr pada Kamis (12/4) pulang bersama sejumlah menteri untuk memerintah negaranya dari Kota Aden, Ibu Kota sementara Yaman di bagian selatan negeri tersebut. PM Yaman itu meninggalkan Aden dua bulan lalu dan pergi ke Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, setelah bentrokan bersenjata antara pasukannya dan satuan lain militer yang bersekutu dengan Dewan Peralihan Selatan (STC).

"Pemerintah yang sah dan dipimpin oleh PM Ahmed Obeid bin Daghr tiba di Bandar Udara Interrnasional Aden dan akan melanjutkan pekerjaannya dari kompleks presiden di kota tersebut," kata seorang pejabat lokal kepada Xinhua.

"Pemerintah kembali ke Aden setelah menerima jaminan dari koalisi pimpinan Arab Saudi, yang akan bertanggung-jawab untuk menyediakan perlindungan penuh. Ketidak-sepakatan dengan STC juga diselesaikan," kata sumber tersebut.

Pada Januari, pasukan yang setia kepada STC menguasai Kota Pelabuhan Aden termasuk kompleks presiden dan markas lain pemerintah setelah dua hari pertempuran yang menewaskan lebih dari 38 orang dan melukai sejumlah lagi.

Pasukan pro-STC, yang didukung oleh Uni Emirat Arab (UAE), juga menguasai pos depan pasukan Perlindungan Presiden, yang bersekutu dengan pemerintah di Aden selama pertempuran pada Januari. Ketegangan telah meningkat antara pemimpin separatis Selatan dan para menteri Pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, mengenai dikuasainya separuh negeri tersebut.

Kedua pihak telah bersatu sepanjang tiga-tahun perang saudara di Yaman di bagian utara negeri itu. Namun, konflik dapat menghambat upaya koalisi untuk mengawasi rencana perluasan Iran di Yaman.

Kota Pelabuhan Aden di Yaman Selatan dipandang sebagai Ibu Kota sementara Yaman dan Pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, berpusat di sana sejak 2015. Pemerintah Yaman, yang bersekutu dengan koalisi militer Arab, pimpinan Arab Saudi, selama sekitar tiga tahun telah memerangi gerilyawan Syiah Al-Houthi, yang didukung Ira, untuk menguasai negeri tersebut.

Koalisi itu memulai serangan udara pada Maret 2015 untuk mematahkan perolehan gerilyawan Al-Houthi dan memulihkan kekuasaan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi serta pemerintahnya. Koalisi tersebut memberlakukan blokade udara dan laut guna mencegah senjata jatuh ke tangan gerilyawan Al-Houthi, yang telah menyerbu Ibu Kota Yaman, Sana'a, secara militer dan merebut sebagian besar provinsi Yaman Utara.

Data statistik PBB memperlihatkan lebih dari 10 ribu orang, kebanyakan warga sipil, telah tewas sejak koalisi mencampuri perang saudara di Yaman, yang juga telah membuat sebanyak tiga juta orang mengungsi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement