REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Pendukung Partai Komunis Kuba Miguel Diaz-Canel menggantikan Raul Castro sebagai presiden, Kamis (19/4). Kuba memasuki sebuah babak baru bagi pulau itu setelah hampir 60 tahun di bawah kekuasaan Castro bersaudara.
Majelis Nasional mengambil sumpah Diaz-Canel, dengan 603 dari 604 anggota yang hadir untuk memberikan suara bagi tokoh yang berusia 57 tahun itu. Hal itu menandai perubahan generasi dari Raul yang berusia 86 tahun.
Transisi tersebut diperkirakan tak akan mengalami perubahan drastis terhadap ekonomi yang dikelola negara pulau tersebut dan sistem satu partai, salah satu yang terakhir di dunia. Diaz-Canel dipandang sebagai loyalis Partai Komunis, dan dia telah bekerja hingga menapak ke posisi tertinggi selama tiga dekade.
Raul, yang menjadi presiden pada 2008 ketika mengambil alih kepemimpinan dari saudara tuanya Fidel yang sakit, akan mempertahankan pengaruh besar sementara akan tetap mengepalai Partai Komunis hingga kongres 2021. Bagi banyak warga Kuba, yang mengalami kesulitan ekonomi dan frustrasi akibat penekanan pemerintah pada kelangsungan daripada perubahan, transisi dalam pemimpin itu dipandang hanya sebagai simbolis.
"Kami selalu inginkan simbolik akan menterjemahkan jadi aksi nyata dan konkrit bagi kehidupan kami," kata Jose Jasan Nieeves (30 tahun) editor media baru alternatif melawan monopoli media yang dikelola negara. "Tetapi ini bukan perkara itu."
Rakyat Kuba berharap pemerintah mendatang dapat bangkit kembali di salah satu ekonomi terencana sentralistik bergaya Soviet terakhir di dunia yang gagal memperbaiki diri di bawah pembaruan-pembaruan pasar terbatas oleh Castro.