Selasa 22 May 2018 16:23 WIB

Pengadilan Pidana Internasional Diminta Selidiki Israel

Permukiman Israel melanggar hukum internasional.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Permukiman Yahudi Pisgat Zeev di Yerusalem timur terlihat di belakang bagian dari tembok pemisah Israel
Foto: AP Photo
Permukiman Yahudi Pisgat Zeev di Yerusalem timur terlihat di belakang bagian dari tembok pemisah Israel

REPUBLIKA.CO.ID, HAGUE -- Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki meminta Pengadilan Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan segera atas permukiman Israel di wilayah Palestina. Malki tiba di ICC Den Haag, Belanda, pada Selasa (22/5) didampingi oleh pengawalan polisi. Dia tidak menyampaikan keterangan apa pun kepada wartawan saat masuk.

Menurut pernyataan Palestina, Malki menyerahkan kepada jaksa ICC terkait penyelidikan itu. Ia menegaskan bahwa ada cukup bukti yang meyakinkan dari komisi kejahatan serius yang sedang berlangsung untuk menjamin penyelidikan segera.

ICC telah melakukan penyelidikan awal sejak 2015 atas dugaan kejahatan di wilayah Palestina, termasuk kebijakan pemukiman Israel dan kejahatan yang diduga dilakukan oleh kedua pihak dalam konflik Gaza 2014. Penyerahan bukti terbaru itu dapat mempercepat keputusan apakah akan membuka penyelidikan penuh yang akhirnya dapat mengarah pada dakwaan pejabat tinggi Israel.

"Penyerahan mencakup tindakan Israel pada masa lalu, sekarang, dan masa depan untuk mempromosikan, memperluas, dan memperkuat rezim permukiman, yang dilakukan oleh, atau dengan bantuan dari, Pemerintah Israel atau agen-agennya dan antek-anteknya di wilayah pendudukan Negara Palestina, termasuk Yerusalem Timur," kata pernyataan Palestina.

Israel bukan anggota ICC, tetapi warganya dapat dituntut oleh pengadilan jika mereka dicurigai melakukan kejahatan di wilayah tersebut atau terhadap warga negara yang menjadi anggota ICC. ICC telah mengakui Palestina sebagai negara anggota.

Namun, ICC tidak dapat menuntut tersangka. ICC tidak memiliki wewenang untuk penangkapan dan harus bergantung pada kerja sama dari negara-negara anggota untuk menegakkan surat perintah penangkapan.

Langkah Palestina tersebut dilakukan saat hubungan Israel-Palestina berada di titik terendah mereka dalam beberapa tahun setelah Kedutaan Besar AS pindah ke Yerusalem dan pertumpahan darah di perbatasan Gaza. Tindakan Israel telah menewaskan puluhan demonstran.

Israel mengatakan, pihaknya mempertahankan perbatasannya dan menuduh kelompok Hamas membahayakan warga sipil dengan menggunakan demonstrasi untuk melakukan serangan. Pada 2004, badan peradilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Mahkamah Internasional, memutuskan dalam pendapat penasihat bahwa permukiman melanggar hukum internasional.

Berdasarkan hukum internasional, adalah ilegal untuk memindahkan populasi dari atau ke wilayah pendudukan. Israel mengklaim tanah di mana ia telah membangun permukiman tidak diduduki karena diambil dari Yordania, bukan Palestina. Yordania tidak membuat klaim ke wilayah itu.

Karena Palestina tidak pernah memerintah Tepi Barat, Israel mengatakan wilayah itu diperdebatkan dan status akhirnya harus diselesaikan dalam negosiasi. Israel juga mengklaim bahwa permukiman dapat diruntuhkan sehingga hal itu tidak merugikan status akhir dari wilayah tersebut. Israel mencatat bahwa dalam kasus Gaza, misalnya, negara tersebut mencabut semua permukiman di sana ketika mengundurkan diri pada 2005. Walaupun keputusan Israel terhadap Gaza telah mencabut sekitar 8.000 pemukim, kini ada lebih dari 600 ribu pemukim di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement