REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Kepala jaksa penuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan mengatakan ia telah mengajukan surat perintah penangkapan untuk para pemimpin Israel terkait kejahatan perang di Gaza, termasuk untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Pada Senin (20/5/2024) Khan mengatakan ia yakin Netanyahu dan menteri pertahanannya Yoav Galant bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Kahn mengatakan bahwa dakwaan tersebut ditujukan untuk kejahatan “menyebabkan pemusnahan, menyebabkan kelaparan sebagai metode perang termasuk persetujuan pasokan bantuan kemanusiaan, dengan sengaja menargetkan warga sipil dalam konflik”.
Ia menyatakan, bukti-bukti menumpuk terkait kejahatan perang Israel di Gaza. Hal itu diantaranya terungkap dari wawancara dengan penyintas dan saksi mata serangan brutal di Gaza, pakar, citra satelit, dan pernyataan pejabat Israel. “Termasuk dua pejabat yang diajukan untuk ditangkap,” katanya.
Kahn mengatakan dia juga mengajukan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Hamas Yahya Sinwar, Mohammad Deif, dan Ismail Haniyeh.
Khan dituntut mengambil tindakan cepat terhadap para pemimpin Israel setelah menghadapi serangan pedas dari Rusia atas surat perintah penangkapan ICC terhadap Presiden Vladimir Putin terkait invasi Moskow ke Ukraina.
Pada Selasa (15/5/2024) Khan menanggapi dengan mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB ia tidak akan terpengaruh atau terintimidasi ketika timnya menyelidiki kemungkinan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza dan wilayah Palestina serta di Ukraina.
Duta Besar Libya untuk PBB, Taher El-Sonni, mengatakan kepada Khan jika kasus-kasus Libya yang sedang diselidiki ICC sangat kompleks sehingga tidak akan selesai hingga akhir tahun 2025, ia harus mengalokasikan upaya pengadilan untuk perang di Gaza.
#ICC Prosecutor @KarimKhanQC announces applications for arrest warrants in relation to Benjamin Netanyahu and Yoav Gallant in the context of the situation in the State of #Palestine https://t.co/WqDZecXFZq pic.twitter.com/bxqLWc5M6u
— Int'l Criminal Court (@IntlCrimCourt) May 20, 2024
El-Sonni mengatakan pasukan Israel melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. El-Sonni menegaskan dunia mengharapkan ICC "berani dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat rezim Israel yang berulang kali ingin melakukan tindakan genosida terhadap warga Palestina."
"Apa yang Anda tunggu, Tuan Khan?" tambahnya. "Tidakkah Anda melihat ancaman terhadap warga sipil, potensi ancaman terhadap warga sipil di Rafah dan pembantaian yang bisa terjadi kapan saja?"
El-Sonni merujuk pada serangan terbaru Israel di kota Rafah, Gaza selatan, tempat 1,2 juta warga Palestina mengungsi untuk mencari tempat yang lebih aman. Badan PBB yang membantu pengungsi Palestina mengatakan pada hari Selasa bahwa hampir 450 ribu orang telah melarikan diri dari Rafah dalam seminggu terakhir, dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa tidak ada tempat yang aman di mana pun di Gaza.
"Ini adalah ujian yang sebenarnya bagi ICC, apakah ICC dipolitisasi atau independen dan netral?" kata El-Sonni.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia menyebut ICC sebagai "badan boneka" yang dipolitisasi dan dikendalikan Barat, yang "sama sekali tidak ada hubungannya dengan keadilan."
Pada Maret 2023 lalu ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin atas dugaan kejahatan perang. ICC menuduh presiden Rusia itu bertanggung jawab secara pribadi atas penculikan anak-anak dari Ukraina setelah invasi Rusia.
Dua bulan kemudian, Rusia mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Khan. ICC menyebut surat perintah itu "tidak dapat diterima."
ICC menambahkan surat perintah penangkapan itu tidak akan mempengaruhi pengadilan "dalam menjalankan mandatnya yang sah untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan paling berat yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan."
Nebenzia juga menuduh ICC tidak melakukan apa-apa sejak memulai pemeriksaan awal terhadap situasi di wilayah Palestina pada tahun 2015 dan penyelidikan formal pada tahun 2021.
"Dalam hal ini, kami bertanya-tanya apakah efektivitas ICC di jalur ini terpengaruh oleh fakta RUU bipartisan baru yang diajukan ke Kongres AS untuk memberikan sanksi kepada pejabat ICC yang terlibat dalam penyelidikan tidak hanya AS tetapi juga sekutunya," katanya kepada Dewan Keamanan.
Pekan lalu, dua anggota Kongres dari Partai Republik memperkenalkan "Illegitimate Court Counteraction Act" untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat ICC yang mengejar Amerika Serikat atau sekutunya, termasuk Israel.