Selasa 26 Jun 2018 07:39 WIB

Untuk Pertama Kali, Korut tak Gelar Demonstrasi Anti-AS

Keputusan ini diduga sebagai bentuk penghormatan terhadap hubungan baru dengan AS.

Rep: Fira Nursya'bani/Rizkyan/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Donald Trump saat berjalan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hotel Capella di Pulau Sentosa Singapura, Selasa (12/6).
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump saat berjalan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hotel Capella di Pulau Sentosa Singapura, Selasa (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) untuk pertama kalinya memilih tidak mengadakan demonstrasi anti-imperialisme Amerika Serikat (AS) pada tahun ini. Acara tersebut merupakan acara tahunan untuk menandai peringatan dimulainya Perang Korea.

Keputusan Korut ini diduga merupakan bentuk penghormatan terhadap hubungannya dengan AS yang telah membaik, menyusul pertemuan puncak antara pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Singapura pada 12 Juni lalu.

Seperti dilansir di Fox News, demonstrasi anti-AS tahun lalu yang diadakan di Kim Il-sung Square di ibu kota Pyongyang dihadiri oleh lebih dari 100 ribu orang. Saat itu Korut bahkan mengeluarkan perangko khusus anti-AS.

Acara ini dirancang untuk memperkuat nasionalisme dan persatuan masyarakat Korut. Puncak acara biasanya jatuh pada 27 Juli yang diperingati Korut sebagai hari Kemenangan dalam Perang Pembebasan Tanah Air.

Sementara itu, baru-baru ini seorang pejabat Pemerintah AS mengatakan Amerika akan segera memberikan jadwal ke Korut mengenai kapan Washington akan mengajukan konsep implementasi kesepakatan KTT Trump-Kim. Jadwal itu akan disertai permintaan khusus untuk menegaskan komitmen Pyongyang.

"Kami akan segera tahu apakah mereka berjalan dengan itikad baik atau tidak. Akan ada permintaan khusus dan akan ada jadwal khusus dari kami untuk menyajikan konsep kami tentang bagaimana implementasi perjanjian di KTT bisa terlaksana," ujar pejabat itu, tanpa menyebutkan nama.

Baca juga, Jepang Ajak Indonesia Awasi Denuklirisasi Korut.

Di Jakarta, Pemerintah Jepang menuntut komitmen Korea Utara (Korut) terkait rencana pelucutan senjata nuklir atau denuklirisasi. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono usai melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi.

Menurut Taro, resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) harus diimplementasikan secara ketat. Resolusi itu bertujuan untuk mengekang aktivitas perekonomian pemerintahan Kim Jong-un terkait program senjata nuklir.

 

 

 

'Kami menegaskan kembali komitmen terhadap penerapan resolusi DK PBB untuk membongkar semua senjata pemusnah massal dan rudal balistik yang lengkap, dapat diverifikasi, dan tidak dapat dipulihkan dari semua rentang," kata Taro Kono, Senin (25/6).

Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyambut baik perkembangan positif yang terjadi di Semenanjung Korea. Apresiasi diberikan mulai dari perdamaian antar Korea hingga pertemuan tingkat tinggi (KTT) Korut-Amerika Serikat (AS).

"Kami akan bekerja sama untuk melihat bagaimana perkembangan di Semenanjung Korea," kata Retno. Dalam kesempatan itu, Jepang juga memberikan selamat kepada Indonesia setelah terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB. 

Jepang berharap dapat melakukan sejumlah kerja sama dengan Indonesia dalam berbagai isu internasional terlebih, Indonesia saat ini telah bergabung menjadi anggota DK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement