Kamis 09 Aug 2018 21:45 WIB

Putin Marah ke Amerika

Rusia menilai tak ada bukti Moskow sebagai dalang penyerangan Skripal.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bersalaman dalam pertemuan di Helsinki, Senin (16/7).
Foto: ABC News
Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bersalaman dalam pertemuan di Helsinki, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov menyebut sanksi ekonomi terbaru yang dijatuhkan terhadap Rusia ilegal dan tak dapat diterima. Menurutnya sanksi itu akan membuat Putin menghentikan pendekatan konstruktif terhadap AS.

"Sekali lagi kami sepenuhnya menolak dugaan keterlibatan pemerintah Rusia atas apa yang terjadi di Salisbury. Rusia tidak memiliki dan tidak ada hubungannya dengan penggunaan senjata kimia," kata Peskov pada Kamis (9/8), dikutip laman CNN.

Sanksi yang dijatuhkan AS memang terkait dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan mantan agen gandanya Sergei Skripal di Salisbury, Inggris. Ia diserang menggunakan agen saraf novichok.

Peskov mengaku cukup menyayangkan keputusan AS. Sebab ketika bertemu Presiden AS Donald Trump di Helsinki, Finlandia, bulan lalu, Putin menyampaikan Rusia masih memiliki harapan untuk menjalin hubungan konstruktif dengan Washington.

"Hubungan ini tidak hanya untuk kepentingan rakyat kami, tapi juga untuk stabilitas strategis dan keamanan dunia," ujar Peskov.

Baca juga, AS Ancam Sanksi Rusia Terkait Racun Novichok.

Menurut Peskov, Putin telah lebih dari sekali menyatakan kesiapannya memperbaiki hubungan dengan AS. "Dan dia telah menunjukkan pendekatan konstruktif dan kesiapannya menemukan jalan keluar dari situasi dan pertanyaan-pertanyaan yang sulit," ucapnya.

Dengan adanya sanksi baru dari AS, ia yakin Putin tak akan mempertahankan pendekatan konstruktif terhadap AS. "Tidak ada yang meragukan bahwa Putin tidak akan mempertahankan pendekatan ini," ujar Peskov.

AS mengumumkan sanksi ekonomi terbaru terhadap Rusia pada Rabu (8/8). Sanksi akan mulai berlaku pada 22 Agustus. Adapun sanksi tersebut membidik semua perusahaan negara atau perusahaan yang didanai Rusia.

Sanksi mencakup ekspor daftar peralatan yang dianggap sensitif terhadap kemanan nasional, termasuk mesin turbin gas, sirkuit terpadu, dan peralatan kalibrasi yang digunakan dalam avionik.

Setelah pengumuman sanksi itu, saham Aeroflot, maskapai penerbangan nasional Rusia, turun 12 persen dalam perdagangan sebelum jam makan siang pada Kamis. Hal itu karena muncul kekhawatiran penerbangan langsung antara Rusia dan AS dapat dihentikan sepenuhnya. Kemudian mata uang rusia, rubel, jatuh 66 poin terhadap dolar AS.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan, sanksi baru kemungkinan akan diikuti langkah-langkah yang lebih luas, seperti menangguhkan hubungan diplomatik dan mencabut hak mendarat Aeroflot. Hal itu dapat dihindari bila Rusia mengambil tindakan perbaikan dalam 90 hari.

Salah satunya adalah membuka fasilitas ilmiah dan keamanan Rusia guna kepentingan inspeksi internasional. Pembukaan akses ke fasilitas itu juga penting untuk memastikan apakah Rusia memproduksi senjata kimia atau biologi yang melanggar hukum internasional.

Putin telah menegaskan negaranya tidak lagi memiliki senjata kimia, termasuk novichok. Semua senjata kimia milik Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement