REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kantor Penyelidikan Kejahatan Niaga (JSJK) Polisi Diraja Malaysia menetapkan dua orang terlibat dalam kejahatan perusahaan 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
"Kedua orang tersebut adalah Low Taek Jho dengan delapan tuduhan dan Low Hock Peng dengan satu tuduhan," kata Kepala Polisi Negara PDRM Irjen Tan Sri Dato' Sri Mohamad Fuzi Bin Harun di Kuala Lumpur pada Jumat (24/8).
JSJK menyelidiki 1MDB atas pelbagai kejahatan melibatkan transaksi keuangan perusahaan tersebut. "Hasil penyelidikan polisi telah dirujuk ke Kantor Pengacara Negara dan keputusan telah dibuat untuk mengenakan tuduhan terhadap dua orang tersebut dibawah Pasal 4 (1) Akta Pencegahan Uang Haram dan Pembiayaan Terorisme 2001 (akta 613)," katanya.
Fuzi mengatakan bahwa semua tuduhan dibuat di Mahkamah Putrajaya pada Jumat dan perintah penangkapan telah diperoleh dari mahkamah tersebut.
"PDRM akan mengumumkan 'red notice' agar Interpol melacak dan menangkap kedua orang itu untuk dibawa pulang guna menghadapi tuduhan di Mahkamah Malaysia," katanya.
1MDB merupakan perusahaan investasi yang didirikan mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak pada Juli 2009 lalu. Perusahaan itu dibentuk suami Rosmah Mansor itu tiga bulan setelah menjabat sebagai perdana menteri. 1MDB dibangun untuk mengurusi investasi dunia internasional dalam bidang energi, real estate, dan industri lainnya.
Pada Januari 2015, 1MDB mulai terlilit utang besar hingga melewatkan pembayaran pinjaman dana sekitar 55 juta dolar Amerika Serikat (AS). Pada Maret di tahun yang sama, otoritas Malaysia mendirikan satuan tugas (satgas) khusus untuk menyelidiki 1MDB. Satgas berisikan personel dari Central Bank Malaysia, kepolisian, Komisi Anti Korupsi (MACC), dan kejaksaan agung.
Pada Juli 2015, Wall Street Journal melaporkan adanya aliran dana sebesar 700 juta dolar AS ke rekening pribadi Najib. Satu bulan berselang, MACC mengonfirmasi jika dana tersebut merupakan sumbangan bukan berasal dari 1MDB.
Di bulan yang sama, otoritas Swiss membuka proses pidana terkait 1MDB. Mereka mengatakan, korupsi yang terjadi diduga melibatkan pejabat asing, manajemen yang tidak jujur dari kepentingan publik dan pencucian uang.
Pada Januari 2016, jaksa agung Malaysia membebaskan Najib dari segala tuduhan kejahatan. Jaksa mengatakan, aliran dana ke rekening pribadi Najib sebesar 681 juta dolar AS merupakan sumbangan dari kerajaan Arab saudi. Najib juga dikatakan telah mengembalikan 620 juta dolar AS uang tersebut.
Pada April tahun yang sama, Parlemen Malaysia menyalahkan dewan direksi 1MDB atas tindakan tidak bertanggung jawab dan mendesak penyelidikan terhadap mantan pemimpinnya. Dewan direksi 1MDB kemudian mengundurkan diri.
Tiga bulan berselang, Departemen Kehakiman AS mengajukan gugatan sipil untuk mengambil alih aset yang diduga dibeli menggunakan dana yang dicuri dari 1MDB. Departemen mengatakan, 3,5 miliar dolar AS telah disalahgunakan di perusahaan tersebut.
Gugatan dilayangkan setelah 681 juta dolar AS dari penjualan obligasi pada 2013 oleh 1MDB dipindahkan ke akun "Official 1 Malaysia". Akun tersebut kemudian diidentifikasi oleh pejabat AS dan Malaysia sebagai milik Najib.
Pada Maret 2017, perusahaan yang mendanai film The Wolf of Wall Street, Red Granite sepakat untuk membayar pemerintah AS sebesar 60 juta dolar AS. Hal itu dilakukan untuk menyelesaikan gugatan sipil yang diajukan oleh departemen kehakiman. Film tersebut diduga dibiayai dengan dana IMDB.
Juni tahun yang sama, Departemen Kehakiman AS menyebut lebih dari 5,5 miliar dolar AS telah disalahgunakan oleh 1MDB oleh sejumlah pejabat tinggi dan rekan-rekannya. Dua bulan setelahnya, Departemen Kehakiman AS mengatakan melakukan penyelidikan kriminal ke dalam 1MDB.
Proses terbongkarnya skandal 1MDB secara terbuka dilakukan setelah Najib kalah dalam pemilu perdana menteri oleh Mahathir Mohamad pada Mei lalu. Pria 92 tahun itu lantas membuka kembali penyelidikan kasus 1MDB sekaligus memasukkan Najib dan istrinya ke dalam daftar hitam larangan terbang.