REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte memulai kunjungannya ke Israel pada Senin (3/9) waktu setempat. Perjalanan tur regional ke Israel ini merupakan kali pertama bagi seorang presiden Filipina yang juga akan singgah di Yordania.
Presiden berusia 73 tahun itu mengatakan, akan berusaha menegaskan kembali serta memperbaharui hubungan di antara kedua pihak. Diperkirakan 76 ribu warga Filipina tinggal dan bekerja di Israel.
"Saya berangkat hari ini untuk kunjungan bersejarah yang menggarisbawahi visi kami untuk negara kami yang juga anggota komunitas dunia yang bertanggung jawab. Filipina yang bersahabat dengan semua orang dan tidak memilki musuh," kata Duterte sebelum berangkat ke Tel Aviv.
Dalam jadwalnya, Duerte akan bertemu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Reuven Rivlin untuk membicarakan kesepakatan pertahanan, tenaga kerja dan pariwisata.
Duterte juga ingin meningkatkan kerja sama keamanan dengan Israel yang telah menjual kepada Filipina sebanyak tiga sistem radar dan 100 kendaraan lapis baja. "Selain itu, keamanan udara dan kesepakatan pesawat juga akan dibicarakan,"kata Presiden.
Baca juga, Duterte Buat Marah Orang Yahudi.
Menurut data otoritas Israel, ekspor ke Filipina bernilai 143 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada 2017. "[Kunjungan] Presiden Duterte untuk mencari pasar alternatif, untuk senjata bagi angkatan bersenjata kita, serta untuk polisi," ujar pakar hubungan internasional di Universitas Filipina, Henelito Sevilla dikutip Aljazirah, Senin (3/9).
Duterte juga akan mengunjungi pemakaman Yad Vashem Holocaust di Yerusalem dan Open Doors Monument, sebuah peringatan bagi orang-orang Filipina yang menyelamatkan orang-orang Yahudi dari penganiayaan Nazi.
Dikenal dengan logat dan kalimat yang kontroversial, Duterte telah membandingkan pembunuhan yang dilakukan selama perang anti-narkoba kontroversialnya dengan pembunuhan orang Yahudi oleh pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler.
"Hitler membantai tiga juta orang Yahudi. Sekarang, ada tiga juta pecandu narkoba [di Filipina]. Saya akan senang membantai mereka," katanya pada tahun 2017. Kebanyakan sejarawan mengatakan, enam juta orang Yahudi tewas dalam Holocaust.
Duterte, yang berkuasa tahun 2016, kemudian meminta maaf atas pernyataannya. Dia mengakui pernyataannya itu ditujukan untuk para kritikus yang telah menyamakannya dengan pemimpin Nazi.