Rabu 12 Sep 2018 22:57 WIB

Rusia Desak OPCW Berperan Cegah Senjata Nuklir di Suriah

Rusia menilai pemerintah Suriah jadi kambing hitam atas serangan senjata kimia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah
Foto: AP
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Rusia meminta Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) memainkan perannya dalam mencegah provokasi dengan penggunaan senjata kimia di Provinsi Idlib, Suriah. Moskow menilai, Pemerintah Suriah kerap menjadi kambing hitam atas serangan-serangan senjata kimia di negara tersebut.

“Laporan yang diterima kemarin mengatakan sebuah video yang menampilkan serangan senjata kimia palsu yang harus disalahkan pada pihak berwenang Suriah sedang dipotret,” kata Perwakilan Tetap Rusia untuk OPCW Alexander Shulgin pada Rabu (12/9), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Shulgin mendesak OPCW memainkan peran vitalnya dalam masalah tersebut. “Bagaimanapun, ini adalah agen khusus, dan harus memiliki suara untuk mencegah provokasi itu. Beberapa delegasi setuju dengan sudut pandang itu. Kami menekankan bahwa perlu dilakukan sebaik mungkin untuk mencegah provokasi lain,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem menuding Amerika Serikat (AS) menggunakan isu senjata kimia guna melancarkan kampanye militer terhadap negaranya. Hal itu disampaikan ketika Muallem diwawancarai majalah al-Hayat. Ia mengatakan Pemerintah Suriah tidak memiliki perang senjata kimia. Muallem secara khusus menuding kelompok bantuan White Helmets yang disebutnya telah beberapa kali melakukan serangan senjata kimia palsu dan menyalahkan pemerintah Suriah atas terjadinya serangan tersebut.

Saat ini eskalasi tengah terjadi di Idlib, satu-satunya wilayah di Suriah yang masih dikuasai kelompok pemberontak dan milisi oposisi. Suriah dan sekutunya Rusia telah melancarkan serangan udara ke wilayah tersebut pekan lalu. Serangan besar-besaran ke sana tengah direncanakan. Namun operasi militer Suriah dan Rusia di Idilib mendapat penentangan dari sejumlah negara, terutama AS.

Washington menilai, serangan militer ke Idlib berpotensi memicu terjadinya krisis kemanusiaan baru di Suriah. Selain itu, AS juga menyuarakan kekhawatiran tentang penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah. Negeri Paman Sam mengklaim mereka memiliki cukup banyak bukti bahwa senjata kimia sedang dipersiapkan pasukan Suriah untuk menyerang Idlib. AS mengatakan tak akan tinggal diam bila serangan senjata kimia terjadi di Idlib. AS akan turut melakukan intervensi militer di wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak tersebut.

PBB telah memperingatkan, serangan ke Idlib, yang dihuni 2,9 juta orang, berpotensi menciptakan keadaan darurat kemanusiaan dalam skala yang belum terlihat sebelumnya. Jumlah warga Idlib yang membutuhkan bantuan, yang saat ini sudah cukup tinggi, akan melonjak tajam. Sementara itu, 800 ribu orang diperkirakan dapat mengungsi bila serangan besar-besaran terjadi di sana.  

Perang Suriah telah berlangsung sekitar tujuh tahun. Konflik telah menyebabkan lebih dari setengah juta orang tewas dan lebih dari 10 juta lainnya mengungsi ke berbagai negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement