REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Aktivis Uighur di Amerika Serikat (AS) memperingati 'hari kemerdekaan' komunitas mereka dengan protes dan pawai di ibu kota AS pada Selasa (13/11). Seperti dilansir Aljazirah, Rabu (14/11), 12 November adalah peringatan ke-74 dan ke-85 dari dua Republik Uighur atau dikenal sebagai Turkestan Timur yang didirikan di wilayah yang kini menjadi bagian dari Cina.
Mereka yang hadir di acara yang diselenggarakan oleh Gerakan Kebangkitan Nasional Turkistan Timur termasuk Rebiya Kadeer. Ia adalah salah satu muslim Uighur paling terkenal di dunia dan mantan presiden Kongres Uighur Dunia.
Dengan membawa bendera kemerdekaan AS dan Turkestan Timur , para aktivis di luar Gedung Putih meminta AS untuk menekan Cina agar menghentikan penganiayaan terhadap minoritas Muslim.
Meskipun laporan tentang pelecehan terhadap warga Uighur sudah ada sejak lebih dari satu dekade, namun tahun lalu telah terjadi intensifikasi penganiayaan.
Baca juga, AS Ancam akan Jatuhkan Sanksi ke Cina Terkait Muslim Uighur.
PBB telah mengkritik Cina karena menahan sekitar satu juta Muslim di kamp-kamp penahanan. Cina juga dituduh memaksa orang Uighur untuk meninggalkan keyakinan mereka. Pihak berwenang Cina telah melarang puasa Ramadhan, serta pembelajaran Alquran untuk anak-anak muda.
Warga Amerika-Uighur Aydin Anwar mengatakan kepada Aljazirah bahwa Cina berusaha untuk menghapus identitas Uighur. "Cina telah menempatkan setidaknya tiga juta orang di kamp-kamp. Di kamp-kamp ini mereka dipaksa untuk meninggalkan Islam, mengadopsi ateisme, dan berjanji setia kepada negara Cina," katanya.
Anwar mengatakan semua komunitas Uighur yang hadir dalam aksi itu memiliki setidaknya satu kerabat yang ditahan di kamp. "Suami bibiku punya lebih dari 70 kerabat di kamp dan penjara, dan salah satu dari mereka benar-benar terbunuh dengan suntikan mematikan di kamp-kamp. Bahkan di luar kehidupan kamp-kamp ini tidak lebih baik. Mempraktikkan Islam benar-benar dilarang; berdoa, berpuasa, memakai janggut, memakai jilbab bahkan menamai bayi Anda dengan nama Islam," katanya.
Wakil Presiden AS Mike Pence mengecam Cina atas pelanggarannya terhadap Muslim dan minoritas lainnya. Senator Republik Marco Rubio juga melobi Departemen Luar Negeri AS untuk mengambil tindakan terhadap Cina atas pelanggarannya terhadap orang-orang Uighur.
Cinta membantah segala tuduhan yang menyebut pelanggaran terhadap Muslim Uighur. Beijing menilai kabar itu hanya gosip dan sebaikknya diabaikan.