Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Hukum dan HAM Bali Agato Simamora menegaskan, pihaknya baru akan melaksanakan proses pembebasan terpidana Bali Nine Renae Lawrence pada jam kerja hari Rabu (21/11/2018). Warga Australia ini harus menunggu untuk hal itu.
"Tidak mungkinlah. Gila apa? Dia sama sekali tidak penting," ujar Agato Simamora saat ditanya wartawan ABC Anne Barker mengenai kemungkinan melepaskan Renae tepat pukul 00.01 Rabu dinihari.
"Dia hanya warga negara asing biasa. Mengapa kita harus repot-repot bekerja tengah malam?" kata Agato.
Terpidana penyelundup narkoba itu divonis bersalah atas perbuatannya dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Dia telah menjalani hukuman lebih dari 13 tahun dan dijadwalkan bebas hari ini setelah mendapatkan berbagai pengurangan hukuman.
Menurut Agato, stafnya baru mulai bekerja pukul 08:00 pagi dan perlu sekitar dua jam untuk mempersiapkan penjemputan Renae ke LP Bangli di Bali timur.
"Paling lambat tengah hari. Tapi itu pun sudah cepat. Sekitar pukul 10:00. Itu waktu paling cepat kami akan menjemput dia," jelasnya.
Begitu Renae meninggalkan LP Bangli, petugas akan membawanya ke kantor imigrasi untuk menyiapkan dokumen terakhir sebelum dia dideportasi ke Australia.
Proses imigrasi diperlukan karena Renae yang warga negara asing dan sudah dalam status bebas, akan memerlukan izin tinggal sementara terhitung sejak saat dibebaskan hingga saat dideportasi kembali ke Australia.
Sejumlah sumber menyebutkan deportasi Renae kemungkinan bisa ditunda hingga hari Kamis. Hal itu, katanya, tergantung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memastikan yang bersangkutan memiliki paspor valid dan tiket pesawat ke negaranya.
Menurut Agato, setelah Renae dideportasi, dia akan dilarang untuk kembali ke Indonesia. Nama Renae Lawrence, katanya, akan masuk daftar hitam.
Sejumlah media Australia sejak pekan sudah memadati halaman LP Bangli, mengantisipasi pembebasan Renae.
Ibunya Beverley Waterman dan saudara tirinya Allan Waterman juga sudah tiba di Bali sejak pekan lalu, dan mengunjunginya secara teratur. Namun keduanya tak pernah memberikan komentar ke media.
Ayah Renae, Bob Lawrence, yang tinggal di Newcastle kepada ABC mengaku tidak bisa datang ke Bali untuk melihat anaknya itu sebelum kembali ke Australia.
Pihak imigrasi mengisyaratkan Renae akan dibawa dengan pengawalan polisi untuk mencegah serbuan media.
Tuduhan kriminal menunggunya di Australia
Kabarnya Renae mengadakan upacara adat kecil-kecilan di LP Bangli awal pekan ini sebagai persiapan pembebasannya kembali ke Australia, dan memastikan dia memiliki kehidupan yang baru.
Namun pihak berwajib di negara bagian New South Wales sudah menunggunya dengan tuduhan kriminal terkait pencurian mobil di Sydney pada tahun 2005.
Renae dituduh melakukan pencurian kendaraan, ngebut di jalan dan mengemudi tanpa SIM. Pada saat dia ditangkap di Bali, Renae sebenarnya ditunggu kehadirannya di pengadilan Kota Gosford.
Menteri Dalam Negeri Peter Dutton mengatakan seharusnya tidak boleh ada keringanan atas tuduhan kriminal yang belum disidangkan di Australia.
"Jika orang bepergian mereka harus memahami bahwa ada hukuman serius di Asia Tenggara, termasuk hukuman mati... jika Anda melakukan pelanggaran ada ancaman hukuman berat dan hal itu sama sekali tak menguntungkan Anda saat kembali ke Australia," kata Dutton kepada media setempat.
"Jika Anda melakukan pelanggaran di negara kita ini, Anda harus menghadapi sistem peradilan di sini," tambahnya.
Ayah Renae sebelumnya menyatakan anaknya itu "gugup" untuk kembali ke Australia setelah bertahun-tahun mendekam dalam penjara.
Renae Lawrence merupakan terpidana perama dan mungkin satu-satunya dari sindikat Bali Nine yang bisa kembali ke Australia.
Dia tadinya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tapi hukumannya dipotong hingga 20 tahun dalam proses peradilan lebih tinggi.
Masa hukumannya dikurangi lebih dari enam tahun karena dia juga berhak mendapatkan remisi HUT Kemerdekaan dan hari raya keagamaan.
Terpidana Bali Nine lainnya, Matthew Norman, yang ditemui wartawan kemarin mengatakan dirinya masih memiliki harapan hukumannya bisa dikurangi, sehingga suatu saat kelak juga bisa dibebaskan.
Matthew merupakan salah satu dari lima anggota Bali Nine yang masih menjalani pidana seumur hidup di LP Bali dan Jawa.
Dua otak sindikat ini, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, telah dieksekusi pada tahun 2015.
Sementara anggota lainnya, Tan Duc Thanh Nguyen, meninggal dunia dalam LP karena penyakit kanker perut pada Juni lalu.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.