REPUBLIKA.CO.ID, TIJUANA -- Pihak berwenang Amerika Serikat (AS) mengusir ratusan migran Amerika Tengah dan menutup gerbang perbatasan AS-Meksiko, pada Ahad (25/11). Petugas menembakkan gas air mata ke arah migran yang mendekati perbatasan.
Ratusan migran, termasuk perempuan dan anak-anak, melakukan aksi protes damai pada Ahad (25/11) dan meneriakkan "Kami bukan kriminal! Kami adalah pekerja keras." Ketika mereka mendekati perbatasan AS, mereka dihentikan oleh otoritas Meksiko, yang memberi tahu mereka untuk menunggu izin.
Kelompok migran, yang beberapa dari mereka membawa bendera Honduras, berhenti di pagar perbatasan. Di sisi lain, terlihat petugas U.S. Customs and Border Protection berjaga, bersama dengan polisi militer AS, polisi San Diego, dan Patroli Jalan Raya California.
Karena izin tak kunjung diberikan, para migran itu mulai frustasi dan melakukan kekerasan. Petugas kemudian menanggapinya dengan menembakkan gas air mata, setelah para migran memukul mereka.
"Petugas Patroli Perbatasan menembakkan gas air mata untuk mengusir kelompok itu karena risiko terhadap keamanan," kata U.S. Customs and Border Protection dalam pernyataan resminya.
Para pengunjuk rasa yang ditangkap oleh pihak berwenang Meksiko dan AS. Seorang wanita muda terlihat jatuh ke tanah tanpa sadar. Dua bayi menangis karena terkena gas air mata.
"Mereka ingin kami menunggu di Meksiko, tetapi saya merasa putus asa. Gadis kecil saya sakit dan saya bahkan tidak punya uang untuk membeli susu. Saya tak tahan lagi," kata Joseph Garcia (32 tahun) dari Honduras.
Trump telah mengerahkan pasukan militer ke perbatasan untuk mendukung petugas Patroli Perbatasan. Pada Sabtu (24/11), Trump juga mengancam akan menutup seluruh perbatasan selatan.
Menurut U.S. Northern Command dalam sebuah pernyataan, polisi militer dikirim ke perbatasan dan akan membentuk barikade sebagai bagian dari penegakan hukum. "Personel militer dari Departemen Pertahanan tidak akan melakukan fungsi penegakan hukum, tetapi berwenang untuk memberikan perlindungan bagi personil Customs and Border Protection," kata pernyataan itu.
Lalu lintas di kedua arah sementara ditutup selama beberapa jam di San Ysidro antara San Diego dan Tijuana. Insiden ini telah mengganggu aktivitas perdagangan di perbatasan darat yang sibuk itu.
Rata-rata 70 ribu kendaraan dan 20 ribu pejalan kaki menyeberang dari Meksiko ke AS di San Ysidro setiap hari, menurut U.S. General Services Administration. Ketegangan di perbatasan AS-Meksiko telah meningkat dalam beberapa hari terakhir, setelah ribuan migran Amerika Tengah berkemah secara berkelompok di sebuah stadion olahraga di Tijuana.
Duncan Wood, direktur Mexico Institute dalam kelompok penelitian Wilson Center di Washington, menyebut penutupan gerbang perbatasan itu sebagai sebuah tanggapan drastis. Ia mengatakan, penutupan itu akan membawa kerugian jutaan dolar.
Pemerintah Meksiko mengatakan telah merebut kembali kendali atas gerbang perbatasan setelah hampir 500 migran mencoba menyeberangi perbatasan AS dengan cara kekerasan. Meksiko bersumpah akan segera mendeportasi migran Amerika Tengah yang berusaha memasuki AS secara ilegal.
Migran yang sebagian besar berasal dari Honduras itu melarikan diri dari kemiskinan dan kekerasan di negara mereka. Mereka mengatakan, mereka akan menunggu di Tijuana sampai mereka mendapatkan suaka di AS, meskipun AS telah memperketat perbatasannya.
Para juru runding AS dan Meksiko bertemu pada Ahad (25/11), untuk membahas rencana penampungan migran Amerika Tengah di Meksiko saat klaim suaka sedang diproses.