Senin 17 Dec 2018 07:01 WIB

Ranil Wickremesinghe Kembali Jadi Perdana Menteri Sri Lanka

Wickremesinghe mengambil alih jabatan itu untuk kelima kali.

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengambil sumpah Ranil Wickremesinghe menjadi perdana menteri, Ahad (16/12).
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengambil sumpah Ranil Wickremesinghe menjadi perdana menteri, Ahad (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengambil sumpah Ranil Wickremesinghe menjadi perdana menteri, Ahad (16/12). Upacara pengambilan sumpah itu tampaknya mengakhiri krisis politik, yang mulai terjadi pada Oktober ketika ia digulingkan melalui keputusan mendadak.

Wickremesinghe diambil sumpah sekitar pukul 11.15 waktu setempat. Dia mengambil alih jabatan itu untuk kelima kali.

Baca Juga

Negara pulau di Asia Selatan itu mengalami ketakstabilan setelah Sirisena menggantikan Wickremesinghe dengan Mahinda Rajapaksa, yang sudah dua kali dipecat parlemen. Rajapaksa mengundurkan diri pada Sabtu sementara pemerintahan dibayangi kemandekan.

Ketua parlemen Sri Lanka, Karu Jayasuriya, pada Kamis (15/11) mengatakan, dalam pandangannya negara itu tidak memiliki perdana menteri atau kabinet setelah mosi tidak percaya disahkan. Parlemen mengesahkan mosi tersebut terhadap Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, yang baru-baru ini diangkat dan pemerintahnya, dengan dukungan 122 di antara 225 anggota badan legislatif itu.

Namun, Presiden Sirisena dalam sepucuk surat kepada ketua parlemen itu menyatakan ia tidak dapat menerima mosi tidak percaya tersebgut karena ketua parlemen sepertinya telah mengabaikan konstitusi, prosedur parlemen dan tradisi. Presiden Sirisena, yang memicu krisis dengan memecat PM Ranil Wickremesinghe dan menunjuk Rajapaksa untuk menduduki jabatan itu Oktober, membubarkan parlemen pekan lalu dan memerintahkan pemilihan sebagai cara untuk memecah kebuntuan.

Tetapi Mahkamah Agung memerintahkan penangguhan dektrit presiden itu pada Selasa hingga mahkamah mendengar petisi-petisi yang menantang langkah tersebut sebagai tindak sesuai konstitusi. Keputusan Presiden Sirisena membubarkan parlemen, yang memperburuk krisis politik besar, yang sudah terjadi, mengundang kecaman dari kekuatan Barat, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.

Sirisena membubarkan parlemen pada Jumat malam (9/11), hanya lima hari sebelum parlemen bersidang lagi dan presiden itu dalam posisi berbahaya kehilangan jabatan akibat mosi tidak percaya. Ia juga menyerukan pemilihan umum pada 5 Januari. Presiden memicu perebutan kekuasaan ketika memecat PM Wickremesinghe pada akhir bulan lalu dan memilih Rajapaksa, orang kuat pendukung Cina, yang didepak Sirisena dari jabatannya pada 2015.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement